Masih terngiang dalam ingatan, berbagai bentuk larangan agar tidak terlalu banyak membaca komik. Dianggap mengganggu waktu belajar, tidak mendidik, dan sederet alasan lain yang mengiringi.
Membaca komik memang umumnya membuat seseorang menjadi lupa waktu. Uniknya lagi, jika membaca komik bisa selesai dalam waktu cepat dan dengan mudah mengingat jalan ceritanya, tidak demikian halnya dengan membaca buku pelajaran.
Mengapa demikian? Gabungan kekuatan cerita dan gambar dengan gaya tutur ringan, santai, dan dibumbui humor memang menjadi keunggulan komik. Dewasa ini, isi cerita komik pun amat beragam, tidak sedikit di antaranya yang lebih bersifat ilmu pengetahuan. Tengok komik legendaris Mahabharata dan Ramayana dari RA Kosasih yang sekaligus memperkenalkan kisah pewayangan yang sarat dengan nilai moral dan kebajikan.
Atau, kini dengan mudah ditemui komik yang mengisahkan kehidupan sosok-sosok terkenal, ilmuwan dunia, sejarawan, filsuf, dengan berbagai topik mulai dari budaya, sains, hingga proses peradaban manusia dari pembentukan Bumi hingga hari ini.
Pengetahuan semacam ini yang biasanya menyebabkan kening berkerut karena sulit dicerna, kini bisa dinikmati dengan gaya komik yang khas. Dengan begitu, seseorang pun tidak akan merasa bahwa yang dibacanya merupakan ilmu pengetahuan.
Disadari maupun tidak, hal ini membantu anak memahami sebuah konsep karena tidak merasa terbebani. Dibantu materi visual yang terdapat di dalam komik, secara tidak langsung akan memudahkan anak untuk mengingat atau memahami sesuatu secara lebih tepat. Bukan hanya anak, orangtua pun bisa belajar melalui buku-buku semacam itu, untuk membantu anak dalam memahami sesuatu jika ada pertanyaan.
Memperkenalkan anak dengan buku-buku semacam ini secara tidak langsung juga menjadi langkah untuk memancing anak mencintai buku. Berawal dari cerita komik yang bermutu, munculnya rasa haus akan informasi akan menggiring anak ke dunia bacaan yang lebih luas dan pada akhirnya menjadikan membaca sebagai gaya hidup. [ADT]