Bagi kita yang masih awam atau pemula di ranah forensik, penjelasan dr Kanina Sista SpFM MSc, spesialis kedokteran forensik dan medikolegal RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro, Klaten, Jawa Tengah, berikut ini semoga bisa membantu, ya.
Kanina menjelaskan, ilmu kedokteran forensik merupakan cabang ilmu kedokteran yang banyak membantu untuk kepentingan keadilan. “Secara umum, pelayanan dalam kedokteran forensik terdiri atas pelayanan forensik patologi dan forensik klinik,” katanya.
Forensik patologi dan forensik klinik
Forensik patologi merupakan pelayanan pemeriksaan yang dilakukan terhadap korban meninggal, yang bertujuan untuk menentukan sebab kematian dan waktu kematian. Sementara itu, forensik klinik merupakan pelayanan yang dilakukan pada korban hidup dengan kekerasan atau keracunan.
Kedua pelayanan tersebut, lanjut Kanina, berhubungan dekat dengan cabang bidang ilmu lain, seperti antropologi forensik, odontologi forensik, psikiatri forensik, atau entomologi forensik. “Dalam menangani suatu kasus, jika dibutuhkan dokter spesialis forensik dapat bekerja sama dengan ahli pada bidang-bidang tersebut,” ujarnya.
Kanina menerangkan, kedokteran forensik juga memiliki beberapa subspesialisasi, yakni patologi forensik, forensik klinik, sero-biomolekuler, dan etika-medikolegal. Berikut ini penjelasan singkatnya.
Patologi forensik. Ini mengacu pada pelayanan dalam praktik kedokteran bagi korban meninggal dunia, baik dalam kategori wajar maupun tidak wajar. Aspek utama patologi forensik adalah histopatologi forensik dan kriminologi serta ilmu forensik lainnya.
Forensik klinik. Ini meliputi seluruh aspek forensik dalam praktik kedokteran pada korban hidup. Cakupan forensik klinik antara lain kasus-kasus kekerasan, kejahatan seksual, dan custodial medicine.
Sero-biomolekuler. Forensik untuk menunjang praktik kedokteran forensik, khususnya untuk identifikasi forensik. Pelayanan yang banyak diberikan berupa pelayanan konseling dan tes keayahan (DNA).
Etika dan medikolegal. Cabang forensik yang membahas kasus-kasus dilema etika dan sengketa medikolegal dalam praktik kedokteran.
Meminta tindakan forensik
Kanina melanjutkan, dokter spesialis forensik menangani kasus-kasus kematian, baik wajar maupun tidak wajar, identifikasi jenazah atau bagian tubuh manusia (contoh pada kasus temuan jenazah tidak dikenal atau identifikasi korban bencana/kecelakaan), kasus kekerasan pada korban hidup, konseling tes keayahan, dan masalah medikolegal lain.
“Pada kasus tertentu, pasien atau keluarga pasien dapat meminta pemeriksaan atau tindakan forensik secara mandiri kepada dokter forensik. Seperti pada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, pasien dapat datang sendiri dan mendapatkan layanan. Namun, untuk mendapat visum et repertum, pasien perlu membawa surat permintaan dari polisi,” jelas Kanina.
Visum et repertum merupakan keterangan tertulis berisi fakta yang dibuat oleh dokter spesialis forensik dan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah secara hukum.
Pada masa pandemi Covid-19, dokter spesialis forensik juga banyak memainkan peran. Contohnya, membantu melakukan pencegahan penyebaran Covid-19 di masyarakat dengan cara memastikan langkah-langkah dalam tata laksana jenazah terkait Covid-19 agar dilakukan dengan benar.
“Hal itu dimulai dari pembuatan regulasi penatalaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pelaksanaan tata laksana jenazah terkait Covid-19. Dokter spesialis forensik juga bisa melakukan edukasi kepada masyarakat melalui webinar, poster, dan lain-lain. Kami juga melakukan pengembangan ilmu kedokteran melalui penelitian-penelitian terkait Covid-19,” ungkap Kanina.
Seperti lazimnya praktik kedokteran, dokter forensik juga kerap bekerja sama dengan dokter spesialis lainnya. Terutama untuk mencapai layanan terpadu.
“Misalnya pada kasus dengan kekerasan seksual pada anak, jika dibutuhkan dokter spesialis forensik dapat bekerja sama dengan dokter spesialis jiwa, psikolog, dokter spesialis anak, serta dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Atau, pada kasus identifikasi korban kecelakaan pesawat misalnya, kami bekerja sama dengan kedokteran gigi, antropologi forensik, serologi/biologi molekuler forensik, dan lain-lain,” pungkas Kanina.