Setiap genre fotografi punya tantangannya sendiri, termasuk fotografi makanan (food photography). Urusannya tidak hanya soal ketajaman foto dan komposisi, tetapi juga bagaimana menghasilkan gambar atau citra yang “bernyawa” serta tentu saja mengundang selera.

Setiap pagi pada akhir pekan, Amanda (28) selalu pergi ke pasar untuk berbelanja beragam kebutuhan untuk seminggu ke depan. Seperti biasa, sebelum beranjak pergi, ia menyempatkan diri membuka media sosial guna mencari inspirasi menu makanan untuk dimasak.

Foto-foto : Iklan Kompas/E. Siagian/Tommy B. Utomo

Namun, alih-alih inspirasi menu makanan, yang ia dapat malah ide untuk berbagi resep masakannya di media sosial. “Saya pikir menyenangkan sekali ya kalau saya juga bisa memanfaatkan medsos sebagai sesuatu yang berguna.”

Gayung bersambut. Ide Amanda untuk berbagi resep di media sosial disambut hangat oleh sang suami. Bukan cuma membelikan Amanda ponsel baru dengan kamera dan spesifikasi yang lebih mumpuni, sang suami yang kebetulan menggeluti fotografi dan videografi ini juga memberi bekal dasar untuk menghasilkan foto yang baik.

“Karena keterbatasan waktu, saya ambil angle paling aman saat memotret dengan metode bird eye view. Karena saat ini tujuan utama saya adalah share resep masakannya, tapi juga mau menunjukkan hasil masakan agar menggugah. Untuk itu, pastinya harus dengan foto yang at least proper dan enak dilihat,” kata Amanda.

Sejak mulai memajang foto makanannya di akun Instagram pada 2017, Amanda sudah menggaet ratusan follower. Foto-foto yang dipajang pun cukup bisa membuat mata “terhenti” sejenak serta membuat benak membayangkan proses dan kelezatan santapan racikan tangannya.

Beragam komentar positif dan apresiasi pun dilayangkan padanya. Sebagian besar merasa terbantu untuk menyiapkan makanan yang cepat dan mudah disajikan, tanpa mengesampingkan kelezatan dan kandungan gizi.

Amanda menjelaskan, lokasi pemotretan makanannya selalu sama, di dekat jendela kamar atau di teras belakang rumah yang memang dirasanya pas untuk masuk cahaya, terutama pada pukul 09.00 atau cahaya matahari sore. Kalau terpaksa motret pada waktu siang, ketika cahayanya sangat terang, biasanya ia menggunakan reflektor agar cahayanya tidak terlalu terang.

Selain memperhatikan cahaya, kebersihan, dan cara plating, Amanda memberikan tips untuk mengedit foto makanan senatural mungkin dengan tidak terlalu menaikkan saturasi. “Kita boleh saja mengedit foto makanan agar terlihat menarik, tetapi jangan sampai membuatnya jadi berlebihan karena kita perlu memberikan hasil foto yang jujur agar orang bisa melihat hasil masakan atau makanan itu sebagaimana mestinya.”

Berkembang

Kemajuan teknologi membuat aktivitas foto makanan jadi lebih mudah dan menyenangkan. Hal ini diamini oleh Dita Wistarini, food photographer.

“Salah satu yang membedakan, katakan lima tahun lalu, tentunya alat. Lima tahun lalu masih pakai DSLR, sekarang pakai (kamera) mirorrless dan mobile phone. Dulu juga bisa pakai mobilephone, tapi kualitasnya belum sebagus sekarang,” kata Dita.

Dita yang kini tinggal di New York, AS menekankan, baginya, tantangan terbesar dalam fotografi makanan adalah styling. Alasannya, inilah yang nantinya akan membedakan dan menunjukkan keunikan seorang food photographer. Styling atau gaya yang khas ini pula yang membuat food photography bisa jadi hal yang menjanjikan.

2602-LANGGAM-FOOD_8
2602-LANGGAM-FOOD_7
2602-LANGGAM-FOOD_9

Styling bagus, tapi jika gak ada konsepnya, enggak akan terasa nyawanya. Dulu masih banyak ditemukan food photographer dengan gaya-gaya khas dan unik, yang begitu kita lihat fotonya, langsung tahu ini gayanya siapa. Saat ini, agak susah karena banyak yang punya gaya seragam,” papar Dita.

Oleh karena itu, menurut Dita, perlu dibuat konsep terlebih dahulu. Setelah itu, baru menyiapkan styling dan properti pendukung. Properti yang dimaksud tentu tergantung konsep dan selera. Bagi Amanda, misalnya, yang wajib ada adalah papan alas foto dan bunga-bungaan atau tanaman imitasi. Selain itu, biasanya ia juga menggunakan napkin, biji-bijian, batang kayu, atau bahan makanan yang ada di masakan.

Sementara itu, bagi Dita, selain menggunakan properti, ia kadang mengakali makanan yang akan difoto supaya terlihat menarik. Misalnya, menyemprot sayuran dengan air supaya terlihat segar, atau mengolesi daging panggang dengan minyak agar terlihat lebih menggoda. “Tantangannya adalah membuatnya ‘hidup’ atau ‘bernyawa’. Kadang kala untuk membuat makanan terlihat menarik pun mesti kita akali,” pungkas Dita. [ASP]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 24 Februari 2018