Istilah fly-in fly-out mungkin terdengar tak biasa di telinga kita. Padahal, profesi serupa kerap kita jumpai di Indonesia. Fly-in fly-out memang lebih populer di Australia.

Seperti yang disarikan dari HRzone.com, fly-in fly-out merupakan salah satu metode kerja pada perusahaan atau unit usaha/industri yang berlokasi di daerah terpencil. Para pekerja atau karyawan akan diterbangkan (fly) untuk ditempatkan pada satu lokasi dalam periode waktu tertentu. Periode berikutnya, mereka bisa diterbangkan atau kembali ke rumah saat libur. Metode kerja ini kerap ditemukan pada sektor pertambangan.

Sebutannya adalah fly atau terbang karena umumnya lokasi eksplorasi tambang hanya bisa dijangkau dengan pesawat terbang. Selain itu, mereka kerap memerlukan perjalanan dengan pesawat terbang kemudian disambung dengan transportasi darat.

Dalam industri pertambangan, telah menjadi hal yang umum ketika kantor pusat dengan lokasi eksplorasi berbeda. Kantor pusat biasanya berlokasi di kota besar. Sementara itu, area eksplorasi berada di tengah laut, pedalaman hutan, atau kawasan perbukitan yang susah diakses.

Untuk menyiasati hal ini, perusahaan sengaja menempatkan karyawan tertentu di lokasi eksplorasi. Keluarga karyawan tidak disertakan. Hal ini untuk menyiasati besaran biaya yang diperlukan. Alasannya, dengan mengikutsertakan anggota keluarga, berarti perusahaan perlu menyiapkan akomodasi keluarga, seperti sekolah, pusat perbelanjaan, rumah ibadah, rumah sakit, dan sarana transportasi. Padahal, tidak semua daerah eksplorasi pertambangan mempunyai daya dukung geografis untuk penyiapan seluruh akomodasi ini.

Perusahaan umumnya hanya menyediakan akomodasi secukupnya untuk karyawan atau pekerja. Misalnya, asrama dan area olahraga. Karyawan atau pekerja biasanya bekerja dalam waktu tertentu sesuai kontrak, misalnya 3 minggu. Selama bekerja, fasilitas hiburan tergolong minim. Namun, setelah proyek usai, mereka bisa kembali ke keluarga atau daerah asal masing-masing.

“Perusahaan saya biasanya menyediakan tiket pesawat pergi-pulang saat libur. Menyenangkan, gaji cukup besar, tapi kita harus betah jauh dari keluarga waktu kerja,” kata Kris (27), salah satu karyawan perusahaan pertambangan yang berkantor pusat di Jakarta.

Risiko pekerjaan ini adalah jauh dari orang-orang terdekat seperti keluarga. Selain itu, fasilitas hiburan tidak selengkap seperti halnya kota-kota besar. Karena lokasi terpencil, pergi ke daerah atau kota lain pun memerlukan alokasi waktu tersendiri. Tidak hanya itu, biaya hidup pun cukup tinggi karena bahan makanan atau barang-barang lain perlu didatangkan dari kota besar ke asrama di kawasan eksplorasi.

Meskipun demikian, banyak orang yang tertarik untuk bekerja dengan metode semacam ini. Gaji yang cukup tinggi menjadi penawaran yang menggiurkan. Banyak karyawan atau pekerja yang berprinsip, tidak apalah berjauhan dengan keluarga selama beberapa waktu asalkan bisa bertemu kembali dengan mereka saat mendapat jatah libur. [*/MIL]