Penyakit jantung ibarat penyerang yang mengendap-endap tanpa ketahuan. Namun, begitu sekali menyerang, akibatnya bisa fatal. Tak heran, sebutan silent killer pun melekat. Penyakit ini hampir tidak dikenali faktor pemicunya.
Pakar gizi dan peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr dr Saptawati Bardosono MSc menuturkan, gaya hidup sangat berpengaruh terhadap kesehatan jantung. Asupan energi yang berlebih dalam tubuh bisa memicu obesitas.
Selain itu, asupan makanan yang tidak terkontrol memungkinkan masuknya lemak jahat atau low density lipoprotein (LDL) dalam jumlah tinggi sehingga memicu hiperkolesterolemia atau kadar kolesterol berlebih dalam tubuh. “Gaya hidup yang tidak sehat itu gaya hidup yang santai, kurang gerak, atau aktivitas fisik sehingga memicu ketidakseimbangan energi dalam tubuh. Sementara itu, kita makan terus, energi masuk terus. Energi yang tidak digunakan ini akan tersimpan dalam kulit. Lama-lama, seseorang bisa mengalami obesitas,” terang Saptawati (Tati).
Tati menambahkan, pembuluh darah ibarat pipa air. Jangan dibiarkan berkarat karena endapan. “Agar pembuluh darah sehat, kita membutuhkan zat gizi dari makanan. Yang sudah terbukti menyehatkan pembuluh darah adalah omega-3. Sumber omega-3 antara lain ikan-ikan laut dan sayuran hijau. Jika asupan serat tercukupi, tingkat kolesterol dan gula darah akan lebih stabil,” ujarnya.
Faktor pemicu
Sementara itu, ahli penyakit jantung dan pembuluh darah Prof Bambang Budi Siswanto MD PhD FIHA FasCC FAPSC FACC mengungkapkan, pemicu penyakit jantung koroner dibagi menjadi beberapa faktor, yakni kolesterol, kebiasaan merokok, diabetes, kurang berolahraga, serta faktor risiko keluarga. Kolesterol, kebiasaan merokok, serta diabetes dapat dicegah dengan pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan bernutrisi, melakukan olahraga teratur, serta menjalani diet yang tepat. Namun, faktor risiko keluarga menjadi penyebab yang sulit dicegah.
“Dari semua faktor, yang paling berisiko terkena serangan jantung adalah faktor keturunan. Nantinya pengobatan menuju ke arah genetik. Mungkin kromosomnya dimodifikasi. Jadi, sekali lagi bahwa faktor risiko keluarga yang paling besar,” ujar Bambang. Kolesterol juga berpengaruh besar terhadap kesehatan jantung. “Kalau kolesterol tidak diobati, dia mudah plaque rapture. Ini tidak selalu berada di koroner, bisa saja di otak. Kalau di otak akan terjadi stroke, sedangkan rapture di koroner akan terjadi serangan jantung. Jadi, tergantung lokasi,” tambah Bambang.
Orang yang hipertensi juga harus waspada terhadap penyakit jantung. Pasien tersebut harus rutin diobati dan dipantau tekanan darahnya. Hal ini untuk menghindari pecahnya plaque rapture. Bambang menegaskan bahwa orang yang hipertensi, aliran darahnya deras. Kalau intensitasnya tinggi, aliran darah akan mengikis gumpalan, lama-lama akan pecah dan pecahan tersebut akan menyumbat di berbagai tempat. Kalau di jantung, akan menyebabkan penyakit jantung.
Stres
Stres juga menjadi faktor yang memperbesar risiko penyakit jantung. Tati menjelaskan, stres membuat pembuluh darah menjadi tidak sehat. Seperti efek polusi, stres juga bisa memicu munculnya radikal bebas yang dapat mengoksidasi atau merusak sel-sel tubuh. Itulah mengapa stres sebaiknya dikelola dengan baik.
Dari kondisi tersebut, yang harus disadari adalah dalam mencegah dan menangani penyakit jantung, tidak hanya kondisi fisik yang harus dijaga, tetapi juga pikiran harus dikelola dengan baik agar bisa memberikan dampak positif bagi tubuh. Menghindari atau menghadapi stres menjadi salah satu poin utama yang dikampanyekan Yayasan Jantung Indonesia melalui perilaku SEHAT.
“Perilaku SEHAT adalah Seimbang gizi, Enyahkan rokok, Hindari/hadapi stres, Awasi tekanan darah (gula dan lemak darah, berat badan, serta lingkar pinggang), serta Teratur (dan terukur) berolahraga,” terang Ketua Staf Medik Fungsional Promotif, Preventif, Rehabilitasi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Prof Dr dr Budhi Setianto SpJP(K) FIHA.
Menjaga kesehatan tubuh
Tati mengungkapkan, risiko penyakit jantung sebenarnya bisa dicegah sejak dini atau sejak anak-anak dengan penerapan pola makan yang sehat. Salah satu prinsipnya adalah gizi seimbang. Contoh penerapan gizi seimbang adalah My Plate atau pengaturan porsi makan. Dalam My Plate, asupan makanan dari sumber karbohidrat (misalnya nasi dan roti) adalah 30 persen dari sajian, sayuran 30 persen, lauk pauk 20 persen, dan buah-buahan 20 persen. Pengaturan makan ini juga perlu didukung dengan konsumsi air putih dan menjaga kebersihan diri.
Menjaga kesehatan tubuh melalui aktivitas fisik adalah berolahraga. Idealnya adalah 30 menit dalam sehari, minimal 5 kali dalam seminggu. Meski ajakan berolahraga selalu terdengar, masih banyak orang yang enggan melakukannya.Padahal, berolahraga cukup mudah dilakukan. Kita tidak perlu pergi ke pusat kebugaran, mulailah berolahraga di rumah dengan gerakan yang sederhana, tetapi tetap bisa mendapatkan manfaatnya luar biasa.
Inilah sebabnya, olahraga bisa dikatakan sebagai salah satu cara mendapatkan tubuh ideal karena porsi lemak dan nonlemak dalam tubuh lebih seimbang. Alhasil, komposisi yang baik ini pun berdampak pada kesehatan yang lebih prima.Selain itu, perlu diperhatikan waktu istirahat yang cukup atau sekitar 6–8 jam per hari dan biasakan minum air putih sekitar 8 gelas per hari untuk menjaga metabolisme tubuh. [MIL/ACH/BYU]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 29 September 2016
Foto-foto : shutterstock