Lebih dari minuman hangat tinggi kafein yang bisa membuat tubuh terjaga, kenikmatan kopi memunculkan terminologi baru yang disebut dengan coffee culture atau budaya kopi. Definisi ini digunakan untuk menggambarkan perilaku sosial dalam masyarakat yang erat dengan kebiasaan minum kopi.
Bicara soal budaya kopi, setiap masyarakat punya cara khas soal cara menyeduh, menghidangkan, dan menyeruput kopi. Tengok saja kopi khas Arab yang terasa begitu nikmat dengan racikan rempah-rempahnya sehingga memberi sensasi rasa tersendiri. Kopi tubruk biasa direbus bersama dengan cengkeh, kayu manis, kapulaga, biji pala, daun jeruk purut, sereh, daun pandan, dan gula jawa. Bagaimana rasanya? Cukup membuat mereka yang pertama kali mengernyitkan dahi saat mendengar bahan-bahannya pertama kali menjadi ketagihan.
Masyarakat Arab disebut-sebut sebagai yang pertama kali mengembangkan olahan kopi menjadi minuman dan sebagai komoditas perdagangan. Baru selanjutnya berkembang ke luar dari Semenanjung Arab menuju Persia, Mesir, Syria, dan Turki. Kopi dari daerah ini pun terkenal keras sehingga selalu disajikan dalam gelas-gelas kecil, tetapi sudah cukup membuat mata melek sepanjang hari.
Masyarakat Indonesia pun tak kalah punya budaya kopi yang signifikan dalam kehidupan. Meski racikannya tergolong sederhana, dengan hanya memanfaatkan jenis kopi arabika atau robusta yang khas Indonesia, selalu berhasil menjadi pengikat persaudaraan, sekaligus pencair suasana.
Karakter masyarakat Indonesia yang gemar berkumpul dan saling bertukar cerita menumbuhkan budaya warung kopi yang tersebar di berbagai daerah. Warung kopi ini pun tak sekadar menjadi tempat untuk ngopi, tetapi juga pusat penyebaran informasi dan “lembaga” multikulturalisme yang hanya memahami kerukunan, bukan perbedaan.
Berkelana dari warung kopi ke warung kopi lainnya di Indonesia pun tak hanya menikmati racikan kopi tradisionalnya, tetapi juga dibawa melihat “wajah asli” penduduk setempat. [ADT]
foto: pixabay