Fungsi bermain pada anak sebenarnya tak sekadar mengisi waktu luang. Fungsinya dapat digunakan lebih penting dari hal tersebut. Manfaat positif bermain pada anak pun tak hanya untuk memberikan kesenangan pada anak, tetapi juga membantu anak untuk mengekspresikan siapa dirinya. Selain itu, bermain pada anak melatih mereka untuk dapat belajar bersosialisasi dengan orang lain dan memupuk daya kreativitas.
Tak terbatas hal tersebut, bermain nyatanya digunakan sebagai alat terapi untuk dapat membimbing anak-anak berkebutuhan khusus, contohnya autis dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Bahkan, bermain juga dapat membentuk hubungan antara orangtua dan anak menjadi sehat dan lebih baik.
Sayangnya, di Indonesia, belum banyak klinik yang secara khusus hadir dengan teknik terapi bermain. Teknik ini pun sudah sering diterapkan dan dikenal di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di Eropa. Banyak pula penelitian yang telah membahas tentang terapi bermain. Bahkan, sejak 1982, telah berdiri The Association for Play Therapy (APT) di Clovis, California, AS.
Menyadari hal tersebut, Rainbow Caslte, sebuah klinik terapi bermain yang dibentuk oleh Belinda Agustya MPsi Psikolog, Devi Raissa MPsi Psikolog, dan Devi Sani MPsi Psikolog. Rainbow Castle bermula dari pengalaman mereka selama menjadi psikologi anak. Mereka melihat bagaimana bermain mempunyai kekuatan yang begitu besar untuk membantu seorang anak membentuk dirinya.
“Awal mulanya tercetus ide Rainbow Castle alasannya adalah kami ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa bermain itu bukan sekadar mengisi waktu luang. Masih banyak orangtua yang menganggap bahwa bermain itu tidak memberikan manfaat yang positif bagi anak. Padahal, bermain bagi anak usia sekolah atau dalam periode tumbuh kembang hingga usia 7 tahun misalnya, sangat bermanfaat bagi pembentukan karakter mereka,†terang Belinda.
Ia melanjutkan, “Salah satu manfaat bermain ternyata juga bagus untuk memperbaiki hubungan antara orangtua dan anak. Selain anak yang merasakan manfaatnya, orangtua bisa mendapatkan banyak insight tentang bagaimana menjadi orangtua yang baik untuk anaknya. Bagaimana orangtua dapat menciptakan sebuah hubungan yang menyenangkan dengan anaknya.â€
Kenali diri sendiri lebih dalam dengan bermain
Terapi bermain yang diterapkan dalam Rainbow Castle terbagi menjadi tiga, yaitu terapi bermain, Theraplay, dan Parent-Child Interaction Therapy (PC IT). Terapi bermain lebih dimaksudkan untuk anak berusia 1–7 tahun. Pola terapi lebih ditujukan untuk pengembangan karakter anak dan daya kreativitas anak. Oleh sang terapis, anak-anak akan diberikan kebebasan untuk bermain sesuai dengan selera mereka. Terapis hanya membimbing.
Terapi Theraplay dan PC IT lebih ditujukan untuk memperbaiki hubungan orangtua dengan anak melalui media bermain. Media bermain pun disesuaikan dengan keperluan yang dibutuhkan. Perbedaannya, Theraplay merupakan suatu treatment untuk membina interaksi yang lebih sehat antara orang tua dan anak. Sementara itu, PC IT merupakan suatu treatment yang dikembangkan untuk mengajarkan orangtua cara-cara menerapkan gaya pengasuhan autoritatif terhadap anak mereka.
Belinda, misalnya, pernah menangani seorang anak berusia 5 tahun 6 bulan yang mempunyai masalah dalam mengontrol emosinya. Di sekolah, anak tersebut pernah menggigit temannya. Bahkan, dia juga sering menentang perkataan orangtuanya. Dia juga pernah mengeluarkan kata-kata kasar ketika sedang dinasihati oleh gurunya. Setelah diobservasi, ternyata perilaku anak tersebut sudah masuk ke dalam rentang klinis. Hal ini tentunya harus ada tindakan selanjutnya dari masalah yang dihadapi oleh anak itu agar tak berkepanjangan sampai dewasa.
Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis yang telah dilakukan Belinda, ternyata hubungan sang anak dengan ibunya kurang sehat sejak awal kehidupan anak tersebut. Bermula dari sindrom baby blues yang dialami sang ibu akhirnya anaknya menjadi kurang kasih sayang. Elemen nurture tidak berjalan dengan baik antara ibu dan anaknya. Padahal, teori dasar tentang hubungan orangtua dan anak harus terdapat 4 elemen, yakni structure, engagement, nurture, dan challenge.
“Setelah diketahui apa yang diperlukan antara anak dan ibunya tersebut, dipilihlah terapi Theraplay-nya lebih sering bermain dengan hal-hal yang mengandung elemen nurture. Contohnya bermain suap-suapan makan. Orangtua pun tak dilepas begitu saja, selama terapi selalu diberikan pekerjaan rumah untuk bermain dengan anaknya. Kami juga membimbing orangtua bagaimana menghadirkan permainan yang sesuai. Setelah 9 kali pertemuan, akhirnya hubungan ibu dan anak tersebut mulai lebih sehat dan baik. Sang anak tidak berperilaku buruk lagi di sekolah. Dia sudah bisa mengontrol emosinya,†kenang Belinda. [ACH]
noted: ciptakan kebaikan dengan bermain