Sebuah institusi atau organisasi mempunyai struktur yang sistematis dalam mengatur karyawannya. Perusahaan, organisasi, atau institusi ini layaknya sebuah kelompok besar, yang terdiri dari organ-organ yang saling terkait. Semuanya berjalan dalam koridor yang disebut dengan peraturan perusahaan. Namun, bagaimana cara mendeteksi kondisi dan situasi pengerjaan tugas-tugas di dalamnya?
Untuk mengukur kinerja karyawan secara umum dikenal Key Performance Indicator (KPI). Akan tetapi, pengukuran interaksi antarpersonal membutuhkan “teropong” yang berbeda. Banyak skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur pola interaksi. Akan tetapi, secara umum, kita bisa mengenali kondisi kelompok besar suatu organisasi atau perusahaan.
Dalam kondisi yang stabil, organisasi yang mapan biasanya mempunyai ciri umum. Di antaranya adalah adanya visi dan misi perusahaan, peraturan perilaku yang dimengerti oleh seluruh anggota kelompok, terdapat kedekatan atau keterikatan antarindividu atau antara individu dan perusahaan, serta struktur otoritas dengan penugasan yang jelas.
Delapan karakteristik
Ada cara sederhana sebagai tolok ukur dalam efektivitas suatu kelompok atau grup. James Campbell Quick dan Debra L Nelson mengungkapkan beberapa di antaranya dalam Principles of Organizational Behavior. Pertama, baik dalam ikatan yang resmi dan nonresmi maupun formal dan informal, tercipta suasana yang nyaman dan santai. Untuk contoh mudahnya, kita bisa melihat contoh dari sejumlah perusahaan yang bergerak dalam ranah teknologi informasi seperti Google dan WhatsApp.
Kedua, penugasan mudah dipahami, diterima, dan dijalankan anggota-anggotanya. Hal ini berkaitan dengan pendelegasian tugas dan tanggung jawab serta pembedaan jenis tugas untuk posisi-posisi tertentu yang sesuai dengan porsinya.
Ketiga, anggota-anggota merasakan kedekatan atau mempunyai keterikatan dengan kelompok. Ini bisa ditandai dari sikap-sikap anggota yang berpartisipasi aktif dalam aktivitas suatu kumpulan dan mengikuti peraturan tanpa merasa terbebani atau terpaksa.
Keempat, ada suasana demokratis dalam sebuah kumpulan atau kelompok tertentu. Contoh sederhananya, anggota-anggota di dalamnya mempunyai kebebasan dalam mengungkapkan pendapat dan ide-ide. Bandingkan dengan kepemimpinan bergaya diktator yang umumnya tidak mengakomodasi penyampaian pendapat dari tingkat bawah.
Kelima, adanya konflik memang lumrah. Tidak ada organisasi atau kelompok yang bebas dari konflik. Namun, perlu diperhatikan terlebih dulu jenis konflik yang terjadi. Profesionalitas tidak tecermin dari banyaknya konflik antarpribadi karena masalah pribadi. Idealnya, sebuah organisasi atau kelompok mempunyai konflik atau perbedaan pendapat yang berkaitan dengan metode-metode atau gagasan tertentu, tetapi bukan konflik perseorangan.
Keenam, kelompok atau organisasi yang baik tentulah memperhatikan kondisi umum yang terjadi di dalamnya. Kegiatan operasional serta fungsi-fungsi tiap bagian menjadi perhatian utama agar senantiasa berjalan dalam jalur yang telah menjadi kesepakatan bersama. Ujung-ujungnya tidak lain adalah untuk mencapai tujuan sesuai visi dan misi.
Ketujuh, ciri lainnya adalah adanya pengambilan keputusan yang didasarkan pada konsensus. Jadi, tidak sekadar mencari suara terbanyak. Hal ini kemungkinan karena suara terbanyak belum tentu mewakili ketepatan atau kesesuaian karakter organisasi dalam mencapai tujuannya.
Kedelapan, ketika sebuah tindakan diputuskan, penugasan yang jelas disusun dan diterima oleh seluruh komponen atau anggota. Sepertinya hal ini terkesan sederhana. Namun, hal tersebut menyiratkan komponen-komponen di dalam organisasi atau kelompok telah memercayakan diri pada organisasi/kelompok terkait. Tidak ada alasan keraguan yang memicu penolakan atas pelaksanaan keputusan.
Ciri-ciri di atas merupakan gambaran umum untuk menilai efektivitas sebuah organisasi atau kelompok tertentu. Jadi, Anda bisa melihat sendiri ke dalam, adakah sesuatu yang bertentangan dengan ciri tersebut? Jika jawabannya adalah “ya” atau “ada”, kini, saatnya Anda melakukan pembenahan “ke dalam”. [MIL]
foto: shutterstock