Jargon inilah yang menjadi acuan sejak 1952 sebagai panduan asupan gizi anak. Meski Kementerian Kesehatan RI sudah tidak lagi menggunakan pedoman ini karena tak lagi relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi gizi, nyatanya masih banyak warga yang menjadikannya teori mutlak.
Sebagai gantinya, Kementerian Kesehatan memperkenalkan Pedoman Gizi Seimbang yang menekankan pada asupan keseimbangan gizi dengan empat pilar utama. Di antaranya mengonsumsi makanan beragam untuk memenuhi kebutuhan gizi, membiasakan perilaku hidup bersih, beraktivitas fisik, dan memantau berat badan agar selalu dalam batas normal. Pedoman ini pun tertuang dalam Tumpeng Gizi Seimbang yang diperkenalkan Kementerian Kesehatan untuk menjadi pedoman konsumsi makanan harian.
Setiap orangtua pun perlu mewaspadai, permasalahan gizi tak melulu akibat kelaparan, tetapi karena pola makan yang tidak tepat. Akibatnya, anak mengalami berat badan kurang atau justru obesitas. Obesitas pada anak bisa terjadi jika banyak mengonsumsi makanan dengan kandungan kalori tinggi, tetapi kurang kandungan gizi penting lainnya.
Data Riskesdas 2013 menunjukkan, stunting pada balita makin meningkat. Sementara itu, 32,9 persen perempuan dewasa dan 19,7 persen pria dewasa mengalami obesitas, yang berisiko terhadap berbagai gangguan kesehatan.
Yang terpenting memang tidak hanya memberi makan, tetapi juga memperhatikan jumlah kalori sesuai kebutuhan anak. Untuk anak usia sekolah, dibutuhkan kalori sebesar 1.600-2.500 per hari. Ketika remaja, kebutuhan kalori bisa mencapai 2.500-3.000 per hari, terutama jika menjalani gaya hidup aktif. Semakin aktif anak, maka membutuhkan asupan kalori yang semakin banyak. [ADT]
foto: gizi.depkes.go.id