Yohana, kelas 4 SD. Cita-cita menjadi dokter dan penyanyi. Yonaz, cita-cita pilot. Inilah cita-cita yang ditulis dalam secarik kertas berbentuk daun. Bersama teman-teman satu asrama, mereka berdua antusias menuliskan impian dan menempelkannya di karton bergambar “Pohon Harapan”. Bagi orang dewasa, kegiatan ini bisa saja terlihat sederhana. Sementara bagi mereka, hal sederhana ternyata begitu penuh arti.

Kesempatan bertemu dan meluangkan waktu lebih banyak dengan penduduk lokal kerap sulit dirasakan ketika seseorang melakukan perjalanan ala turis. Satu tangan sibuk memegang daftar obyek wisata dan tangan lainnya menggenggam ponsel untuk mengabadikan setiap langkah dalam jepretan. Waktu bepergian yang terbatas pun semakin mempersempit ruang gerak untuk memberikan energi dan perhatian kepada mereka yang tinggal di tempat tujuan berlibur. Padahal, bervakansi sembari berbagi justru menjadikan perjalanan lebih bermakna.

Berbagi. Kegiatan ini sering kali dinilai hanya bisa dilakukan oleh kelompok masyarakat yang cukup dalam hal finansial. Hierarki kebutuhan Maslow menjadi acuannya. Namun, penulis buku The Power of Giving Azim Jamal dan Harvey McKinnon mengingatkan bahwa tak perlu pencapaian level paling atas (aktualisasi diri) lebih dulu jika seseorang ingin berbagi. Setiap orang memiliki kesempatan untuk berbagi meski level kebutuhan lainnya belum tercapai.

Di Tanah Air, kegiatan wisata yang dibarengi dengan program berbagi mulai jamak digaungkan. Sejumlah orang mengenalnya dengan istilah voluntourism, terdiri dari volunteer dan tourism. Anak-anak muda dengan beragam latar belakang juga ikut terlibat di dalamnya. Sebut saja Komunitas 1.000 Guru yang mengusung jargon “Traveling and Teaching”. Lain lagi, Komunitas Book for Mountain (BFM) yang mengirimkan atau mendatangkan langsung donasi buku ke daerah pelosok, tak menutup kemungkinan membuat ruang baca di tempat tersebut.

Menerapkan voluntourism juga bisa berdasarkan inisiatif pribadi. Apabila Anda tertarik ingin mencoba, kenalilah potensi diri yang dimiliki. Ingatlah bahwa hal yang bisa dibagi tak semata-mata berupa uang. Wujudnya bisa beragam. Mulai dari tenaga, perhatian, waktu, harapan, tawa, pengetahuan, saran, bahkan kekuatan. Bagikanlah sesuatu sesuai dengan keinginan sendiri tanpa paksaan. Tak perlu berlebihan karena segalanya membutuhkan keseimbangan.

Setelah menentukan destinasi, kenali pula daerah yang ingin dituju. Apabila di daerah sekitar terdapat taman baca, Anda bisa membawakan donasi buku atau meluangkan waktu untuk membacakan cerita bersama mereka. Anda yang memiliki latar belakang profesi bidang kesehatan barangkali bisa memberikan edukasi sederhana tentang hidup bersih melalui cerita anak-anak.

Berbagi tidak akan membuat seseorang berkekurangan. Bahkan, ini menjadi salah satu cara untuk mengurangi rasa takut dan kadar ego. Seseorang bisa merasa lebih terkoneksi dengan orang lain sehingga mampu mengurangi perasaan terisolasi. Sebuah proyek milik penulis Robert Putnam yang dikumpulkan dalam buku Bowling Alone menjelaskan, berkoneksi dengan orang lain mendatangkan banyak manfaat, yakni bagi keamanan (security), kesehatan (health), kebahagiaan (happiness), hingga pendapatan (income).

The more you give of yourself, the more you find of yourself, Jamal dan McKinnon menuliskan kalimat ini dengan huruf kapital dalam buku. Sementara itu, seorang filsuf Cornel West mengungkapkannya dalam istilah “a rich life”. Setiap orang dapat memperoleh kehidupan yang kaya dan bermakna jika kita memilih untuk mendapatkannya. Bagaimanapun, hidup adalah pilihan. Bervakansi sembari berbagi pun bagian dari sebuah keputusan. [GPW]

noted: Bahagianya Bervakansi Sembari Berbagi