Berjarak sekitar setahun dari heyday-nya, apa kabar NFT space, atau skena NFT hari ini? Banyak yang menyebut skena ini mulai turun, tetapi masih banyak juga pihak yang bertahan.
Skena ini mulai mencuri perhatian pada akhir 2021, ketika swafoto yang dilakukan Gozali mulai diambil oleh media-media massa karena terjual milyaran rupiah. Narasinya kemudian menjadi deras membahas NFT, dengan arus utama banyak mengambil sisi cuan sebagai bahasan utama.
NFT, pada saat itu, muncul sebagai salah satu pilar ekosistem web3 yang paling banyak dibahas di samping metamesta, teknologi rantai blok, dan mata uang kripto. Keempat pilar tersebut saling berkelindan, dan di satu sisi juga mengakibatkan masing-masing saling menyaturasi pilar lainnya.
Sehingga, ketika mata uang kripto kandas pada bulan Mei 2022, efeknya juga berdampak ke skena NFT. Jumlah transaksi NFT berkurang, proyek ditunda atau dibatalkan, dan diskusi mengenai NFT juga kian tenggelam dari arus utama. Publik menggunakan istilah bear market untuk situasi seperti ini, sebagai kontradiksi dari bull market yang terjadi beberapa saat sebelumnya.
“Fenomena ini seperti dot com bubble,” kata Ruanth Chrisley dari komunitas Metarupa. “Ada banyak faktor yang menyebabkan situasi bear market, dari resesi, perang, dan sebagainya.”
Dari data Statista, sesaat sebelum kripto kandas, transaksi NFT bulan Mei 2022 mencatatkan nilai tertingginya mencapai lebih dari 1 miliar dollar AS. Sebelumnya, nilai transaksinya menyentuh setengah miliar hingga 700 juta dollar AS tiap bulan dari September 2021.
Usai kandas, nilai transaksi NFT terus turun hingga kurang dari 10 juta dollar AS per-bulan di bulan September-Oktober 2022. Kondisi ini, selain karena konsumsi turun, rilisan proyek atau produk NFT juga rata-rata ditunda atau dijadwalkan ulang.
Para pemilik proyek atau kreator harus menghitung ulang valuasi produk mereka dengan standar nilai kripto yang baru. Ditambah lagi dengan beberapa kejadian yang menurunkan kepercayaan kepada mata uang kripto juga menghambat pasar NFT untuk berkembang lagi.
“Beberapa kreator masih mempertimbangkan apakah akan terjun lagi tahun ini atau mungkin tahun depan,” kata Ahmed MJ dari komunitas IDNFT. Komunitas ini merupakan salah satu entitas yang cukup rajin mengampanyekan kegunaan web3 dalam dunia nyata melalui berbagai event dan lokakarya.
Surutnya transaksi juga menyebabkan beberapa lokapasar kehilangan pasar. Salah satu lokapasar besar di jaringan Solana, Form Function, beberapa pekan lalu bahkan mengumumkan akan menutup layanannya di akhir bulan Maret. Hal ini kian menambah sentimen negatif mengenai masa depan skena NFT.
“Dampaknya cukup dirasakan oleh kreator,” tambah Ahmed yang lebih dikenal sebagai Mamedz. “Banyak yang menggantungkan penjualan karyanya melalui ekosistem tersebut.” Ia menambahkan bahwa hal itu menjadi salah satu kasus yang menjadi pembahasan dalam menyiapkan ekosistem ke depan.
Gelas Penuh Masa Depan NFT
Meski demikian, masih ada banyak pihak yang mengaku optimis dengan kelanjutan skena ini. Di awal tahun 2023, beberapa denyut kehidupan mulai terasa. Kabar mengenai proyek yang habis terjual mulai mengisi lagi linimasa.
“Januari lalu, transaksi NFT mulai naik, meski belum kembali seperti sebelum bear market,” kata Ruanth. Ruanth, bersama dengan co-founder lain merilis proyek Robomot yang bulan lalu habis terjual dan sempat difiturkan lokapasar OpenSea di halaman muka.
Kisah sukses Robomot, menurut Ruanth, mengindikasikan karakter pembeli yang mulai melirik ke use case, fungsi dan manfaat nyata dari sebuah proyek NFT. “Jenama juga masih melirik teknologi web3 untuk bisa diintegrasikan dengan sistem yang mereka punya,” tambahnya.
Inovasi dari sisi penyedia pasar, rantai blok, dan kreator juga masih mendorong skena NFT untuk masih bisa berkembang. Sisi inklusivitas dan kemudahan transaksi kian didorong juga melalui berbagai inisiatif untuk membuat lebih banyak pihak mengadopsi NFT.
Rantai blok Tezos misalnya, turut memperkenalkan wallet Naan yang dianggap mempermudah jalan adopsi NFT.
“Naan terhubung dengan opsi pembayaran seperti Apple Pay,” kata Katherine Ng, Managing Director TZ APAC yang terafiliasi dengan rantai blok Tezos. “Dengan aplikasi ini, pengguna tidak perlu lagi berpindah-pindah platform untuk melihat, membeli, dan memantau NFT.”
“TZ APAC melihat Indonesia sebagai ladang kreator,” tambah Katherine. “Kami mendukung kreator, penggagas proyek, dan inovator untuk berkembang bersama di ekosistem ini.”
Katherine menambahkan bahwa kian banyaknya jenama yang bergabung dengan web3, seperti Manchester United, McLaren, dan Spotify, akan membantu membentuk ekosistem ini.
“Namun, bagi Tezos, adopsi NFT tidak hanya bergantung dari jenama terkemuka saja,” jelasnya. “Indonesia sendiri jadi contoh yang baik karena ragam kreator dari seluruh wilayah dan lapisan masyarakat membuktikan bahwa teknologi ini bisa diserap sampai ke level grassroot.”
Senada dengan Tezos, komunitas IDNFT juga lebih banyak mengupayakan iterasi ekosistem web3 ke akar rumput.
“Melalui beberapa program seperti kunjungan ke kampus, kami berharap bisa menjaring audience baru yang tertarik melihat pemanfaatan web3 ke dunia nyata,” kata Mamedz.
Daya tarik lain untuk menjaring pengguna baru didukung juga dengan perkembangan teknologi NFT itu sendiri. Variasi karya atau kreasi yang bisa di-NFT-kan juga kian beragam. Bila sebelumnya hanya identik dengan karya visual, kini mulai bermunculan juga NFT yang menyertai karya tulisan dan bahkan benda fisik. Kreator yang tidak bertumpu pada kekuatan visual bisa mulai menemukan celah untuk masuk ke ekosistem web3.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa surutnya skena NFT dari sisi kemeriahan justru membuka sisi inovasi yang membuat produk teknologi bisa kian berguna. Seperti halnya ujaran popular di kalangan kreator, bahwa bear market adalah masa yang tepat untuk melakukan eksplorasi.
“Masa ini bisa jadi cleansing juga,” kata Ruanth. “Mana yang berniat menetap, dan mana yang hanya coba-coba.”