Selama pandemi belum teratasi, kita wajib ekstra hati-hati. Kalau perlu, benar-benar menahan diri untuk tidak pergi-pergi. Di rumah saja. Kalau pun harus bepergian, tetaplah menjaga perilaku mengemudi.

Selama masa pembatasan sosial darurat ini, sejumlah ruas jalan tampak lengang. Namun, bukan berarti kita bisa memacu kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi. Ingat kesehatan, ingat juga keselamatan.

Jalan raya adalah area publik yang oleh karenanya setiap pengendara harus mematuhi aturan berlalu lintas agar semua pemakai jalan selamat. Namun, pada kenyataannya, banyak pengemudi yang hanya mengusahakan kenyamanannya sendiri. Mereka berpikir yang penting nyetir, tidak nabrak, dan kalau bisa lebih cepat.

Sejumlah praktisi otomotif mengungkapkan, ada beberapa perilaku saat mengemudi yang sebenarnya tidak perlu atau bahkan jangan dilakukan sebab berpotensi membahayakan pengendara lain. Setidaknya ada tujuh perilaku yang tak perlu saat berkendara.

Menyalakan lampu hazard

Pada saat hujan deras, banyak pengemudi mobil yang menyalakan lampu hazard. Maksudnya mungkin baik karena ingin memberi tanda pada kendaraan lain. Namun, perilaku mengemudi seperti ini justru bisa menyilaukan dan membahayakan. Sebab, mengemudi saat hujan deras membutuhkan konsentrasi yang tinggi dan kedipan lampu hazard tadi akan mengganggu fokus pengemudi. Lampu ini lebih pas jika dihidupkan dalam kondisi darurat, seperti saat mobil mogok di bahu jalan atau tatkala mengganti ban di pinggir jalan.

Mengaktifkan wiper belakang

Nah, perilaku mengemudi selanjutnya terkait dengan wiper. Mobil modern biasanya dilengkapi wiper di kaca belakang. Ada banyak pengemudi yang mengaktifkannya saat meluncur dalam kondisi hujan. Padahal, wiper belakang ini dirancang untuk digunakan saat mobil berjalan mundur di tengah hujan agar pengemudi bisa melihat kondisi di belakang dengan jelas.

Menggoyang mobil saat isi bensin

Saat mengisi bensin di SPBU, pengemudi tampak sering menggoyang-goyangkan mobil. Cara ini dianggap akan membuat tangki terisi penuh dan merata, padahal bensin yang berupa cairan itu akan dengan sendirinya mengisi tempat yang lebih rendah. Ini sesuai dengan sifat cairan. Jadi, kebiasaan ini tidaklah perlu.

Makin cepat saat lampu kuning

Sering kita lihat kendaraan yang justru melaku kian cepat saat lampu pengatur lalu lintas menyala kuning. Ini jelas amat berbahaya bagi kendaraan dari arah kiri atau kanan. Amat mungkin kendaraan dari arah kiri atau kanan akan mengerem mendadak sehingga memicu tabrakan beruntun. Perilaku mengemudi seperti ini perlu disudahi.

Menyalip dari bahu jalan

Contoh perilaku mengemudi yang tak perlu berikutnya, yakni menyalip melalui bahu jalan, baik di ruas tol maupun jalan umum. Bahu jalan hanya boleh digunakan untuk mengganti ban, tempat mobil mogok berhenti, dan akses mobil patroli di jalan tol dalam situasi darurat. Bahkan mobil iring-iringan pejabat negara pun seharusnya tidak melintas di bahu jalan ini.

Pelan di jalur kanan

Saat melaju di jalan umum maupun ruas tol banyak pengemudi yang meluncur pelan di jalur sebelah kanan. Padahal, jalur sebelah kanan justru harus dipakai untuk mendahului. Kendaraan yang berjalan pelan seharusnya mengambil jalur kiri. Khusus di jalan tol, pengelolanya tol sudah memberi tanda amat jelas tentang perilaku ini. Jadi, kalau perilaku mengemudi kita masih seperti ini, harus segera diubah ya.

Membuang sampah sembarang

Masih banyak pengemudi dan penumpang yang membuang sampah di jalanan. Ini jelas perilaku mengemudi yang tak pantas dilakukan. Jalanan adalah tempat umum, bukan keranjang sampah. [*]

Baca juga: Mengenal Sejarah Otomotif melalui Museum di Berbagai Negara