Semua orang tentu ingin berwisata ke tempat-tempat yang memesona dengan biaya seefisien mungkin. Namun, tidak semua tempat mampu “meracik” dua hal tersebut menjadi satu.  Apalagi kalau yang dicari adalah daerah bernuansa Eropa dengan gaya bangunan art deco lengkap dengan nilai sejarah yang tinggi. Tentu sulit menjangkau tempat semacam itu tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam.

Namun, bukan berarti hal tersebut mustahil untuk dicapai. Tak jauh dari negeri sendiri ada tempat yang menawarkan nuansa serupa. Tempat ini terletak di Penang, Malaysia. Dengan waktu penerbangan yang relatif singkat dari Jakarta, setiap pengunjung seolah memasuki mesin waktu begitu sampai di George Town, pusat kota Penang.

Di kota yang dijadikan sebagai salah satu warisan budaya dunia dari UNESCO ini, pengunjung dapat melihat bagaimana bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial ditata dalam blok-blok yang rapi.

Di kota ini pula segala potensi wisata dikemas sedemikian rupa. Bukan hanya bangunan yang direstorasi, budaya atau tradisi masyarakat di sana pun dipertahankan untuk semakin mengentalkan suasana “tempo doeloe”.

Tengok saja The Pinang Peranakan Mansion yang menjadi salah satu rumah dengan hiasan serta ornamen yang amat banyak. Rumah yang dulunya milik Kapitan Chung Keng Kwee ini sekarang dijadikan museum yang menampilkan benda-benda antik peranakan Baba–Nyonya. Beragam furnitur dan ornamen yang terdapat di dalamnya juga menampilkan terjadinya peleburan budaya Melayu, Babah, dan Eropa.

Dengan tata kota yang cantik, tak sedikit wisatawan yang sengaja berkeliling menggunakan sepeda. Kalau Anda hanya ingin menikmati udara segar, berjalan-jalan berkeliling kota menjadi hal menarik yang dapat dilakukan. Pada musim-musim liburan, akan tampak wisatawan yang hilir mudik di jalan khusus pedestrian. Jalan raya pun bebas dari kemacetan dan tentu, bebas polusi. Dengan pilihan harga akomodasi yang beragam, siapa pun dapat berkunjung ke kota yang khususnya oleh warga Indonesia menjadi salah satu tempat tujuan untuk berobat.

Wilayah lain

Bukan cuma di Penang, peninggalan masa kolonial juga dapat dilihat di Melaka, daerah di sebelah Tenggara Kuala Lumpur yang pada abad ke-16 terkenal sebagai kota pelabuhan yang ramai dengan aktivitas perdagangan karena menjadi tempat singgah para pelaut dari seantero dunia ini juga menawarkan sejumput rasa yang menggoyang lidah.

Perjalanan menelusuri bangunan-bangunan tua dan bersejarah di Melaka—seperti Gereja Saint Paul di puncak bukit Melaka yang dibangun pada tahun 1521, Christ Church yang dibangun Belanda pada tahun 1753, atau The Stadthuys yang dulunya merupakan tempat kediaman resmi Gubernur Belanda—tentu tak akan lengkap kalau tidak berhenti sejenak untuk mengisi perut dengan masakan yang juga memiliki nilai sejarah, seperti yang mewarnai rasa masakan peranakan.

Masakan ini adalah hasil asimilasi berkat laki-laki China yang datang ke kawasan ini, antara lain untuk bekerja di pertambangan timah atau perkebunan karet. Beberapa dari mereka, ada yang menetap kemudian menikah dengan perempuan Melayu setempat. Keturunan-keturunan mereka itulah yang kemudian disebut peranakan. Asimilasi ini kemudian melahirkan kebudayaan sendiri, termasuk koleksi kulinernya. [ASP]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 3 Mei 2017

Foto Shutterstock.