Indonesia memiliki beragam budaya unik untuk mengisi Ramadhan. Salah satunya, tradisi membangunkan sahur. Meskipun kini teknologi seperti alarm dan pengeras suara masjid lebih banyak digunakan, beberapa daerah masih mempertahankan tradisi khas guna membangunkan warga untuk sahur. Berikut beberapa tradisi sahur unik dari berbagai daerah di Indonesia.

Jakarta: Ngarak Bedug

Di Jakarta, khususnya dalam budaya Betawi, terdapat tradisi Ngarak Bedug atau Bedug Saur. Tradisi ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu, ketika Jakarta masih berupa hutan dan rawa-rawa.  

Dalam tradisi ini, warga membawa gerobak berisi beduk yang ditarik bersama sambil memukul beduk dan memainkan alat musik tradisional seperti rebana, genta, dan genjring. Mereka juga menyanyikan lagu-lagu Betawi dan berjoget sepanjang jalan.  

Pada masa lalu, budaya Tionghoa yang hidup berdampingan dengan masyarakat Betawi turut memengaruhi tradisi ini. Petasan pun mulai digunakan sebagai pengganti beduk karena suaranya yang keras bisa lebih efektif membangunkan warga.

Dulu, kesenian Ondel-Ondel juga sering dilibatkan dalam tradisi Ngarak Bedug. Bahkan, tradisi ini kerap dilombakan antarkampung. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini mulai jarang dilakukan karena tergantikan oleh teknologi modern.

Sulawesi Tengah: Dengo-Dengo

Di Sulawesi Tengah, khususnya di Kota Bungku, Kabupaten Morowali, ada tradisi sahur yang unik bernama Dengo-Dengo. Tradisi ini sudah ada sejak abad ke-17 dan melibatkan pendirian bangunan non-permanen setinggi 15 meter dari bambu, beralaskan papan berukuran 3×3 meter persegi, dan beratap daun sagu.  

Bangunan ini dibuat secara gotong royong oleh warga menjelang Ramadhan dan dilengkapi dengan gong, gendang, serta rebana. Sekitar delapan warga bertugas menjaga Dengo-Dengo. Saat waktu sahur tiba, mereka mulai membunyikan alat musik serta meneriakkan ajakan sahur untuk membangunkan masyarakat sekitar.  

Kalimantan Selatan: Bagarakan Sahur

Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, terdapat tradisi Bagarakan Sahur, yang sudah berlangsung secara turun-temurun sejak masuknya Islam ke tanah Banjar.  

Bagarakan Sahur dilakukan dengan cara berkeliling kampung sambil membunyikan berbagai alat rumah tangga sederhana seperti panci, galon, kaleng, bahkan radio tape. Tradisi ini dilakukan kala dini hari, dengan melibatkan warga dari berbagai usia.  

Sebagai upaya melestarikan kearifan lokal, tradisi Bagarakan Sahur juga sering kali dilombakan. Meski sederhana, semangat warga dalam membangunkan sahur membuat suasana Ramadan semakin meriah dan penuh kebersamaan.  

Jawa Barat: Ubrug-ubrug

Masyarakat di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, memiliki tradisi membangunkan sahur yang dikenal sebagai Ubrug-ubrug.  

Tradisi ini melibatkan rombongan pemuda yang berkeliling kampung sambil memainkan alat musik tradisional maupun modern, seperti kendang, organ, gitar, dan gong. Sejumlah kelompok di wilayah Tempuran turut menampilkan odong-odong ketika melangsungkan tradisi ini.

Yang membuatnya unik, mereka juga mengajak sinden untuk ikut serta, sehingga suasana sahur semakin meriah. Kelompok Ubrug-ubrug biasanya mulai berkeliling sejak pukul 22.00 hingga menjelang sahur sekitar pukul 03.00. 

Jawa Timur: Can-macanan

Di Jawa Timur, terdapat tradisi membangunkan sahur bernama Can-macanan. Selain menggunakan alat musik tradisional, warga juga berpatroli keliling kampung dengan membawa semacam ogoh-ogoh berbentuk wajah macan.  

Uniknya, setiap desa memiliki jenis Can-macanan tersendiri untuk ditampilkan ketika membangunkan sahur. Hal ini membuat suasana sahur di Jawa Timur semakin meriah dan menjadi daya tarik tersendiri.

Yogyakarta: Klotekan

Di Yogyakarta, ada tradisi membangunkan sahur yang disebut Klotekan. Sesuai namanya, tradisi ini dilakukan dengan cara membunyikan alat musik dari bambu yang menghasilkan suara khas berbunyi “klotek-klotek” saat dipukul.  

Selain itu, warga juga kerap memadukannya dengan alat musik lain seperti rebana atau kentongan. Para peserta biasanya berkeliling kampung sambil bernyanyi atau meneriakkan ajakan sahur.  

Beragam tradisi ini bukan sekadar membangunkan orang untuk makan sebelum berpuasa, tetapi juga mencerminkan kekayaan budaya dan semangat gotong royong masyarakat Indonesia.  

Baca juga: Menu Sahur Praktis Antiribet Andalan Anak Kos