Teks proklamasi dirumuskan secara intens sejak 16 Agustus, sampai baru selesai pada 17 Agustus pukul 06.00. Teks itu dibacakan Soekarno dengan khidmat dan tegas di rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.
Pada perumusan teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda, seperti dituliskan Hatta dalam catatan otobiografinya Untuk Negeriku, yang hadir dalam adalah ia sendiri, Soekarno, Subardjo, Sukarni, dan Sayuti Melik. Inilah kisah singkat tentang tokoh perumusan teks proklamasi.
1. Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia ini adalah salah satu perumus naskah proklamasi. Sekembalinya ke Jakarta dari Rengasdengklok, Soekarno dan sejumlah pemuda lain berkumpul di rumah Laksamana Maeda. Gagasan tentang kemerdekaan sudah meletup-letup di kepala mereka. Semalam suntuk Soekarno dan yang lain menuangkan gagasan pikiran itu dalam beberapa baris kalimat. Sukarno yang mencatat naskah asli itu dengan didiktekan Hatta.
Setelah naskah proklamasi selesai, Soekarno dan Hatta menandatanganinya atas nama bangsa Indonesia. Soekarno pulalah yang, di tengah demam tinggi yang sedang menyerangnya lantaran gejala malaria dan kelelahan, membacakan teks proklamasi itu di depan sekitar seribu orang yang hadir di rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.
2. Mohammad Hatta
Kelima orang yang berkumpul di rumah Laksamana Maeda waktu itu berpikir keras bagaimana gagasan tentang kemerdekaan disampaikan dengan singkat dan bernas. Setelah tim itu jelas tentang apa yang mau diungkapkan, Hatta dipersilakan Soekarno untuk merumuskannya. Menurut Soekarno, Hatta paling mumpuni kemampuan berbahasanya untuk menyusun teks ringkas itu.
Hatta berpikir sejenak, lalu meminta Soekarno mencatat apa yang diucapkannya. Di atas buku catatan sederhana dengan pena yang ia lupa dari mana, Soekarno menuliskannya. Hatta mengatakan, kalimat pertama tentang pernyataan kemerdekaan Indonesia belum cukup maka ia menambahkan keterangan soal penyerahan kekuasaan Jepang ke tangan Indonesia.
3. Sayuti Melik
Naskah proklamasi yang telah disepakati lantas diserahkan ke Sayuti Melik untuk diketik. Namun, di rumah Laksamana Maeda itu, ternyata hanya ada mesin tik berhuruf kanji, tidak ada yang berhuruf latin.
Satzuki Mishima, asisten Laksamana Maeda, bergegas naik jipnya menuju kantor perwakilan militer Angkatan Laut Jerman untuk meminjam mesin tik. Dengan mesin itulah akhirnya naskah proklamasi diketik.
Ketika mengetiknya, Sayuti, yang pernah sekolah guru dan paham soal ejaan, mengubah sejumlah kata-kata dari naskah asli yang ditulis Soekarno di kertas. Perubahan tersebut yaitu “tempoh” menjadi “tempo, “wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “atas nama bangsa Indonesia” dengan menambahkan “Soekarno-Hatta” di belakangnya, juga “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17, boelan 8, tahoen 05”. Angka 05 itu adalah singkatan dari 2605, tahun showa dalam kalender Jepang yang sama dengan 1945 dalam kalender Masehi.
4. Sukarni
Sejak awal Sukarni terlibat dalam tim inti yang merumuskan naskah proklamasi. Setelah naskah selesai, Hatta mengusulkan semua orang yang hadir di rumah Laksamana Maeda itu menandatangai teks tersebut, seperti halnya pada Deklarasi Kemerdekaan AS. Hal ini menimbulkan pertentangan. Sukarni berteriak, mereka yang tidak menyumbang sedikit pun terhadap persiapan naskah proklamasi tidak berhak menandatangani.
Lantas ia mengusulkan, Soekarno dan Hatta sajalah yang menandatangani atas nama bangsa Indonesia. Tidak ada yang keberatan dengan usulan itu. Di atas piano di samping tangga rumah Maeda, naskah itu ditandatangani.
5. Ahmad Subardjo
Kita ingat, Soekarno dan Hatta sempat diculik ke Rengasdengklok oleh para pemuda pada 16 Agustus. Mereka ini ingin meyakinkan Soekarno dan Hatta agar kemerdekaan Indonesia dinyatakan sendiri, tidak menunggu diberi oleh Jepang.
Setelah Soekarno dan Hatta diculik ke Rengasdengklok, Ahmad Subardjo-lah yang meyakinkan para pemuda bahwa aman bagi Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta. Setibanya di Jakarta, Subardjo ikut merumuskan naskah proklamasi.
Meski begitu, Subardjo sendiri tidak hadir pada pembacaan naskah proklamasi itu. Sepulang dari rumah Laksamana Maeda, para perumus kembali ke rumahnya masing-masing. Pembacaan teks proklamasi dijadwalkan pukul 10 di rumah Soekarno.
Sampai hampir tiba waktunya pembacaan, Subardjo belum tampak juga. Beberapa orang diutus untuk menjemputnya di rumah. Kala itu ternyata Soebardjo masih tidur. Tidak tampak dari gerak-geriknya, ia hendak bergegas. Ia meminta utusan itu untuk menunggu sebentar sementara Subardjo masuk ke rumah. Ia keluar dengan membawa surat untuk Soekarno dan Hatta, menyatakan pembacaan naskah proklamasi dilangsungkan saja tanpa kehadirannya. Ia masih kelelahan dan berencana melanjutkan tidurnya lagi. Ia kelak menjadi Menteri Luar Negeri RI yang pertama.
Baca juga:
Mengenal Mendur Bersaudara, Fotografer yang Mengabadikan Proklamasi Kemerdekaan RI
Mengenal 5 Pahlawan Wanita Indonesia
Kisah Bung Tomo, Sang Pengobar Semangat Pertempuran Surabaya