Mungkin hingga hari ini belum ada yang pernah mendengar nama Tjilik Riwut sebagai salah satu pahlawan nasional. Padahal, di Palangkaraya, namanya cukup tenar sehingga diabadikan sebagai nama bandara, jalan, hingga sekolah kepolisian.

Pria kelahiran 2 Februari 1918 ini merupakan keturunan Dayak asli. Lahir di Kasongan, Kalimantan Tengah, Tjilik Riwut yang setia pada Republik Indonesia ini pernah didapuk menjadi Gubernur Kalimantan Tengah (1958–1967).

Sebelum menjadi pejuang, Riwut tertarik pada dunia jurnalistik. Riwut memang senang sekali mencatat dan mengumpulkan aneka peristiwa yang menarik dalam kehidupan sehari-harinya. Dia pernah menjadi wartawan dan menjabat pemimpin redaksi Soeara Pakat, surat kabar terbitan Pakat Dajak, organisasi kedaerahan yang fokus kepada masyarakat Dayak.

Riwut sendiri adalah orang yang gemar menjelajah. Dia pernah menyebut bangga bahwa sudah 3 kali mengelilingi pulau Kalimantan hanya dengan berjalan kaki dan menggunakan perahu. Dia terbiasa hidup di alam liar Kalimantan. Kemampuan inilah yang membuatnya menjadi pejuang tangguh kala membantu Indonesia mempertahankan kemerdekaan.

Masuk militer

Jiwa nasionalis Riwut ditegaskan kala bersumpah setia kepada Indonesia bersama enam pemuda Dayak lainnya di hadapan Presiden Soekarno di Yogyakarta pada 17 Desember 1946. Para pemuda itu menjadi wakil dari 142 Suku Dayak kala itu.

Tjilik Riwut sendiri direkrut menjadi militer karena kemampuannya memahami medan Kalimantan. Dia pun pernah didapuk menjadi komandan pasukan penerjun payung pertama di Indonesia. Dia memimpin operasi untuk membantu Indonesia yang kala itu ingin menembus blokade Belanda di Kalimantan.

Walaupun tak ikut terjun, Riwut memegang peran sebagai komandan dalam operasi yang melibatkan 14 orang itu. Tanggal operasi itu pun diperingati sebagai hari Pasukan Khas TNI AU.

Untuk menghimpun suara agar tetap bersama republik, Riwut pun rela untuk menjadi mata-mata intelijen militer Jepang. Dia melakukannya untuk bisa mendapatkan akses ke seluruh daerah di Kalimantan sehingga bisa bertemu dengan beragam suku guna meyakinkan mereka agar tetap setia dan mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.

ILUSTRASI: IKLAN KOMPAS/ ARIEF KRESTIONO.

Membangun Palangkaraya

Setelah kemerdekaan, muncul desakan membentuk provinsi Kalimantan Tengah. Tjilik Riwut pun disebut sebagai kunci pembentuk provinsi Kalimantan Tengah. Pada 30 Juni 1958, Riwut resmi menjadi Gubernur Kalimantan Tengah.

Wacana pemindahan ibu kota ke Palangkaraya yang hingga kini masih mengemukakan merupakan buah dari usulan Riwut ke Soekarno. Cerita ini pernah disampaikan oleh Ruslan Abdulgani, Menteri Penerangan dan Luar Negeri era Soekarno.

Riwut tak hanya dekat dengan kalangan terpandang, tetapi juga masyarakat. Ia rela berhari-hari berjalan kaki menembus hutan untuk bertemu warga dan menginap di perahu. Dia juga kerap bersama masyarakat dan pekerja dalam menebang pohon, angkat batu, hingga beristirahat.

Jika benar ibu kota negara akan pindah ke Palangkaraya, tercapailah impiannya untuk membangun provinsi kelahirannya. Tjilik Riwut dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 1998 dan diabadikan menjadi nama bandara di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.