Sebagai elemen terluar bangunan, atap harus dapat merespons kondisi cuaca. Apalagi di Indonesia yang memiliki iklim tropis. Sebagai referensi, berikut beberapa tips memilih dan membangun atap yang sebaiknya diperhatikan.

Di Indonesia, atap dibuat miring agar dedaunan yang rontok di atas atap dapat turut terbawa air hujan tanpa harus dibersihkan secara khusus. Hal ini memperkecil risiko terjadinya talang air tersumbat sampah dedaunan. Atap yang banyak digunakan pada bangunan tropis adalah atap pelana, atap perisai, dan pergola yang menaungi tuang dalam dan menahan teriknya sinar matahari.

Atap juga diusahakan dibangun cukup tinggi agar ruangan di dalam rumah mendapatkan sirkulasi udara yang cukup dan tetap terasa sejuk meski berada di daerah yang cuacanya panas. Plafon tinggi menjadikan ruangan tetap dingin karena udara panas dan gas buangan karbon dioksida dapat mengalir ke atas.

Bahan yang digunakan sebaiknya bersifat menahan panas, dingin, dan bunyi. Hindari bahan logam karena bila terkena panas, radiasinya akan masuk ke dalam rumah. Jika memungkinkan, buat ruang kosong di antara plafon dan atap.

Plafon berongga ini, yang sudah diterapkan oleh nenek moyang kita dalam berbagai arsitektur rumah tradisional, dapat mengalirkan udara panas ke luar. Hal ini menjadikan panas tidak merambat ke ruang di bawah plafon.

Pembangunan rumah dengan desain yang mempertimbangkan lingkungan akan membawa implikasi yang panjang. Karena lebih sejuk, misalnya, jadi kita tidak membutuhkan banyak penyejuk udara dan tidak perlu terlalu sering menyalakannya. Energi pun dapat dihemat dan kita turut memberikan kontribusi kecil terhadap lingkungan.

Dengan rumah yang nyaman, kita juga secara psikologis merasa lebih tenang di dalam rumah. Kegiatan bercengkerama dengan keluarga maupun kerabat menjadi lebih menyenangkan. Tentunya, Anda juga tak perlu khawatir jika hujan datang bertubi-tubi atau matahari sedang bersinar terik. [*/NOV]

 

Foto Shutterstock.