“Kuk…Kuk…Kuk…”
Suara itu terdengar aneh dan menakutkan. “Mama, Sasa takut. Ada suara menakutkan,” celetuk Sasa
“Iya, mama juga baru dengar. Ayo, segera tidur,” ajak mama.
“Tidak bisa, aku takut,” sahut Sasa
“Sudah sini mama peluk. Berdoa dulu sebelum tidur, ya.”
Akhirnya, Sasa bisa tidur sesudah berdoa dan dipeluk mama.
Keesokan harinya, penghuni hutan membicarakan suara yang terdengar tadi malam
“Suara apa, ya tadi malam?” tanya Sasa.
“Suara radio mungkin,” jawab Momo, seekor monyet berbulu cokelat nan tebal.
“Bukan, suara radio bukan seperti itu,” sanggah Sasa
“Atau suara peluit?” tanya Momo.
“Peluit kok bunyinya seperti itu. Peluit itu nyaring,” sahut Sasa
“Terus, apa dong?” tanya Momo
“Tidak tahu. Aku jadi tidak bisa tidur. Suaranya berbunyi semalaman,” jawab Sasa.
Malam harinya, diadakan ronda malam para binatang untuk menjaga keamanan hutan.
“Kuk… Kuk… Kuk…”
Terdengar suara menakutkan itu lagi. Sasa yang sedang makan, merasa gemetar.“Mama, suara itu terdengar lagi.”
“Tenang saja, banyak yang ronda malam. Sudah sekarang kamu tidur,” hibur mama.
Keesokan harinya, penghuni hutan berkumpul kembali di halaman rumah Sasa.
“Semalam aku mencoba mencari asal suara itu, tetapi ketika sudah dekat aku merasa kaku, tidak bisa berjalan,” kata Queen, si kancil yang cerdas. “Aku melihat di atas pohon alpukat, ada sesuatu, matanya berkilat tajam, dan kepalanya bisa memutar ke belakang. Kemudian dalam sekejap dia menghilang. Ih…! Seram!” seru Queen.
“Kira-kira itu apa ya?” tanya beberapa penghuni hutan serempak.
“Coba besok kita mencari info, siapa tahu kita bisa mencari tahu tentang makhluk itu,” usul Momo.
Ternyata, suara menakutkan setiap malam itu adalah suara burung hantu, Celepuk Rinjani. Burung hantu itu sebatang kara. Bapak ibunya sudah mati karena sudah tua.
“Berbahaya tidak, Mama?” tanya Sasa.
“Tidak, asal kita tidak mengganggunya. Kalau malam memang dia berbunyi, kalau siang dia tidur,” jawab Mama.
“Mengapa dia berbunyi terus?”
“Ada bermacam kemungkinan, di antaranya karena dia merasa terancam. Dia kan tinggal di hutan yang baru bagi dia. Selain itu, bisa diartikan dia memanggil induknya karena kelaparan. Selama ini, ia terbiasa dicarikan makan oleh ibunya, sekarang harus mencari sendiri.”
“Kasihan, ya. Sudah tidak punya orangtua,” tanggap Sasa.
Sasa kini merasa lega. Ternyata ada satu penghuni baru di hutan ini. Mereka tidak perlu takut. Secepatnya mereka harus bertemu burung hantu itu agar bisa berbaur dengan yang lain.*
Penulis: Dita Wijayanti
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita