Setelah kejadian pada Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018), Miles semakin mantap menjadi pahlawan super di semestanya. Meski demikian, ia bergulat dengan cita-cita masa depannya serta keinginan orang tuanya, Jefferson (Brian Tyree Henry) dan Rio Morales (Luna Lauren Velez).
Pada saat bersamaan, ia bertemu dengan musuh yang tak kalah tangguh, Spot (Jason Schwartzman). Tanpa disangka, ia bertemu kembali dengan Spider-Woman Gwen Stacy (Hailee Steinfeld) yang datang dari semesta lain.
Ketika mengejar Spot, Miles dan Gwen bertemu dengan para Spider-Man lain dari berbagai semesta di bawah pimpinan Spider-Man 2099 alias Miguel O’Hara (Oscar Isaac). Dari situ, Miles belajar bahwa ia mau-tidak-mau harus tunduk pada aturan yang mengikat semesta paralel.
Bagaimana akhir pengejaran Miles dan Gwen terhadap Spot? Apakah Miles dapat menyiasati aturan yang mengikat semesta paralel dan melanjutkan pertarungannya untuk berbuat kebaikan dan menjadi pahlawan?
Pahlawan yang kesepian
Apa yang dialami Miles dan Gwen menggambarkan konflik unik seorang pahlawan super yang masih muda usia. Mereka memiliki kekuatan dan kemampuan di atas rata-rata manusia, namun tetap harus tunduk pada orang tua.
Konflik ini membuat mereka diperhadapkan pada dilema, harus menutup rapat identitas sebagai pahlawan super atau membukanya. Namun, pilihan mana pun yang diambil memiliki konsekuensi yang rumit.
Hal itu membuat mereka menjadi “pahlawan kesepian” di tengah keramaian. Masyarakat mengelu-elukan aksi heroik mereka, tetapi mereka sendiri terasing di keluarganya. Lebih celaka lagi, seperti dialami Gwen, ketika dituduh melakukan hal yang tidak ia lakukan hanya karena ketidaktahuan.
Kisah pahlawan super dewasa ini kian rumit dengan hadirnya semesta paralel. Tiap-tiap semesta memiliki pahlawan supernya masing-masing. Selain Miles, Gwen, dan Spider-Man 2099, kali ini hadir pula antara lain Spider-Woman Jessica Drew, Pavitr Prabhakar alias Spider-Man India, dan Hobie alias Spider-Punk.
Miles, Gwen, dan para Spider-Man lain berusaha memenuhi takdir mereka pada semestanya masing-masing. Namun, film ini menghadirkan tantangan lebih lanjut, bagaimana jika mereka ingin melawan takdir?
Bertele-tele
Dibandingkan film live-action, film animasi komputer seperti Spider-Man: Across the Spider-Verse memiliki keleluasaan dalam menampilkan adegan-adegan yang sulit direkayasa. Di antaranya adegan kehancuran di kota megapolitan Mumbattan. Tentu lebih mudah membuat animasi komputer ketimbang merekayasa adegan tersebut.
Film ini juga banyak menggunakan permainan grafis dengan pendekatan seperti layaknya sedang membaca strip komik. Namun, sayangnya, jika terlalu berlebihan, boleh jadi terasa bertele-tele. Hal itu antara lain terasa pada salah satu adegan Miles dikejar oleh para Spider-Man. Di luar itu, tim penulis Phil Lord, Christopher Miller, dan David Callaham mampu meramu cerita yang memikat dan mengalir cepat selama 140 menit. Meski ada bagian yang terasa berkepanjangan, namun waktu sepanjang itu memang memuat banyak jalinan cerita yang begitu padat dan kompleks. Trio sutradara Joaquim Dos Santos, Kemp Powers, dan Justin K Thompson mampu meracik cerita yang memadukan elemen aksi, komedi, hingga drama hubungan keluarga dan asmara. Secara keseluruhan, Spider-Man: Across the Spider-Verse boleh jadi memunculkan kesan beragam. Terhanyut dalam alur cerita yang kian kemari atau malah terkantuk-kantuk karena kesulitan mencerna kisah yang kompleks dan bertele-tele. Namun, bagaimanapun, ini tetap menjadi kisah pahlawan super Spider-Man yang amat layak ditonton. Spider-Man: Across the Spider-Verse kini sedang diputar di layar bioskop Tanah Air. Jangan sampai ketinggalan. 8Spider-Man: Across the Spider-Verse berkisah tentang petualangan Miles Morales berpindah semesta mengejar musuh dan menemukan makna kepahlawanannya.Review overview
Summary