SUMMARY
Seorang pembunuh bayaran bertindak sendiri menyelamatkan anak tetangganya dari sekapan anak seorang gubernur yang sadis bersama gengnya. Pertarungan terjadi tidak hanya seru, tetapi juga brutal tanpa menghilangkan sisi manusiawi.Â
Jenis Film | Action, Thriller |
Produser | Todd Brown, Wicky V Olindo, Anne P Ralle, Timo Tjahjanto, Nick Spicer |
Sutradara | Timo Tjahjanto |
Skenario | Timo Tjahjanto |
Pemeran | Aurora Ribero, Hana Malasan, Agra Piliang, Andri Mashadi, Kristo Immanuel, Adipati Dolken, Kin Wah Ceh |
Rilisan | Netflix |
- 17 Oktober 2024
- 145 Menit
- TV-MA
Di tengah dominasi rilisan film horor, dan tentu saja drama, karya Timo Tjahjanto yang terbaru yaitu The Shadow Strays seakan menjadi oase sinema Indonesia. Tapi, oase yang ini “penuh darah”.
Adalah seorang pembunuh bayaran berkode 13 (Aurora Ribero) yang harus ditepikan oleh organisasinya “The Shadow” setelah dianggap gagal menuntaskan tugas untuk menghabisi sekelompok Yakuza di Jepang. Alasannya, karena dia salah menembak seorang perempuan penghibur.Â
Tugas tersebut akhirnoya dituntaskan oleh mentor dan instrukturnya bernama Umbra (Hana Malasan) berdasarkan titah handler-nya (Kin Wah Chew).Â
13 kemudian harus pulang ke Jakarta. Sebagai pembunuh bayaran berumur 17 tahun, 13 kemudian resah karena panggilan tugasnya tak kunjung datang. Dalam dunianya, 13 memang hanya tahu soal membunuh merasa resah dan mentalnya terganggu.Â
Dalam upayanya mempertahankan emosionalnya, sisi kewarasan manusianya tersentil karena pertemuannya dengan Monji (Ali Fikry) dan ibunya Mirasti (Jessica Marlein).Â
Rasa kemanusiaannya semakin besar setelah dia berhenti mengonsumsi sebuah pil rutin dan Monji menangis karena Mirasti meninggal dunia, dibunuh oleh sebuah sindikat kejahatan. Keakraban 13 dan Monji sedikit erat setelah terjadi pembicaraan sebentar.Â
Upaya 13 untuk memberikan Monji semangat hidup, gagal total. Monji justru hilang, diculik oleh gangster yang dipimpin oleh Ariel (Andri Mashadi). Pencarian Monji mempertemukan 13 dengan Jeki (Kristo Immanuel) yang terus memberikan petunjuk.
Rasa manusiawi membawa 13 menemukan fakta bahwa penculik Monji adalah sindikat kejahatan yang terdiri dari polisi kotor Prasetyo (Adipati Dolken) dan pengedar narkoba Haga (Agra Piliang). Lebih jauh, ternyata Ariel adalah anak dari calon gubernur Soemitro (Arswendy Bening Swara).Â
Lalu, aksi 13 menghabisi semua musuhnya tak berhenti. Termasuk bertarung melawan mentornya sendiri karena 13 dianggap membangkang dan tidak patuh pada perintah. 13 juga dianggap menciptakan misi sendiri dan membahayakan eksistensi organisasi The Shadow.Â
Baca juga:Â Review Film Smile 2, Kengerian di Balik Senyuman
Laga yang intens tanpa henti​
Pertarungan yang tersaji dalam film The Shadow Strays menjadi salah satu ciri khas Timo saat membesut film laga. Masih bisa diingat bagaimana Headshot (2016) dan The Night Comes for Us (2018) yang disutradarainya juga menampilkan adegan gore.Â
Namun, jika dibandingkan, film ini tidak seintensif keduanya. Walaupun demikian, The Shadows Strays melampaui film laga dalam cakupan Indonesia. Bagaimana tidak, Timo menampilkan dengan gamblang aksi kepala yang “terpisah” karena ditebas pedang, darah yang menyembur layaknya selang damkar, dan kepala yang hancur karena peluru.Â
Pertarungannya sebenarnya tidak secepat film laga Timo sebelumnya, tetapi karena kolaborasinya dengan Batara Goempar yang juga menggarap The Night Comes for Us, pertarungannya tetap asyik dilihat. Bahkan, kamu juga tidak pusing melihatnya. Kamu tetap bisa nyaman menonton sambil ngemil.Â
Kamu seakan menahan napas cukup lama saat melihat pertarungannya. Kamu tidak akan sadar, bahwa setiap pertarungan itu bisa memakan waktu lebih dari 5 menit.Â
Premis yang lemah, karakter kuat
Layaknya film Timo dengan ciri khas serupa, premis The Shadow Strays tidak terlalu kuat. Apalagi melihat dialog yang disajikan. Kaku dan tidak relevan. Di dunia “sekasar” ini, pembicaraan masih terdengar formal. Hmm.Â
Saat menontonnya banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab karena Timo seakan memberikan kebebasan imajinatif pada penonton tentang latar belakang cerita setiap karakter seperti apa. Semua dibuat terputus-putus. Kamu hanya harus merangkainya sendiri.
Namun, menariknya di film ini, Timo memberikan hal berbeda pada pengembangan karakternya. Agen 13 ditampilkan semakin dewasa lewat pertarungan. Mulai dari kekesalannya dan emosional yang tinggi karena dirumahkan.
Namun kedewasaannya semakin terbentuk dengan mulai berhenti minum pil, tergerak untuk membantu dan menolong orang yang tersakiti, hingga bertarung dengan cerdas dalam situasi yang tak menguntungkannya sekalipun.Â
Kekuatannya juga semakin mumpuni kala dia harus bertarung dengan sesama agen dari organisasinya. Pukulan dan tusukan yang diterimanya justru membuat 13 semakin kuat. Visi inilah yang sepertinya ingin ditonjolkan Timo. Apalagi Timo seakan membawa kritik sosial bagaimana seorang perempuan juga bisa begitu kuat dan visioner.Â
Timo bahkan bisa mengubah karakter Aurora yang biasanya bermain film drama menjadi perempuan yang penuh kemarahan dari awal hingga akhir film. Aurora tak pernah sekalipun terlihat tersenyum. Belum lagi Andri Mashadi yang tidak pernah gagal dalam berakting, baik sebagai protagonis maupun antagonis. Berperan sebagai Ariel, Andri berhasil menampilkan sosok yang sadis.Â
Timo juga berhasil menyatukan relasi antar karakter di filmnya sangat baik. Bagaimana Andri Mashadi dan Taskya serta Soemitro beradu akting dalam satu scene yang menghadirkan ketegangan.Â
Women Empowerment​
Timo memang ingin menonjolkan sebuah cerita tentang cinta matriarki. Inspirasi cerita film The Shadow Strays datang dari sistem kepemimpinan yang didominasi perempuan.Â
Tidak hanya itu, di sini kamu bisa melihat bagaiman sosok perempuan ditampilkan lebih kuat dari laki-laki. Mulai dari Aurora yang mampu menang melawan semua musuhnya yang mayoritas laki-laki, Umbra yang menjadi mentor terbaik untuk seluruh agen The Shadow, hingga Taskya yang memainkan Soriah, saudara kembar Haga, menjadi perempuan yang bisa bertahan hingga akhir film.Â
Timo juga secara tidak eksplisit memberikan sentuhan manusiawi perempuan. Mulai dari rasa iba yang ditampilkan Aurora saat melihat Monji bersedih, Hana yang memutuskan untuk tidak membunuh agen The Shadow yang sedang hamil, hingga rasa kasih sayang layaknya Ibu dan anak antara keduanya.Â
Karya Timo ini berhasil membawa film ini berhasil masuk Top 10 Netflix di 85 negara, antara lain Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Inggris, Jerman, Spanyol, Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, dan tentu saja Indonesia.Â
Applause tentu saja harus diberikan kepada seluruh kru film ini. The Shadow Strays atau Surga yang Dirindukan (judul bahasa Indonesianya) membuat dunia sinema Indonesia terus naik level di kancah global.Â
Itulah review dan sinopsis film The Shadow Strays. Film ini cocok untuk kamu yang kangen dengan film seperti The Raid atau John Wick. Film ini sudah bisa dinikmati di layanan menonton film over the top kamu.Â
Baca juga:Â Sinopsis Film Kabut Berduri, Narasi Antropologi yang Rumit
Review overview
Summary
9Karya terbaru Timo Tjahjanto ini masih mengundang decak kagum. Tak perlu memahami ceritanya terlalu dalam, tetapi kenikmatan film laga berkelas ditampilkan sangat baik.