Memiliki fungsi tubuh berbeda bukan berarti memperoleh hak berbeda dengan orang lain. Itu yang diyakini Abdul Syakur (39), penyandang tunadaksa yang fungsi kakinya digantikan kursi roda. Sejak 2005, ia dan kawan-kawannya yang berdomisili di Surabaya aktif “meneriakkan” hak penyandang disabilitas untuk berkendara.
Sepeda motor roda dua tak memungkinkan dikendarai Syakur karena ketidakmampuan kakinya menopang dan menjaga keseimbangan. Ia pun menyulap kendaraannya menjadi sepeda motor roda tiga. “Saya merancang sendiri, tetapi pengerjaannya dilakukan di bengkel. Roda belakang diganti dengan dua roda. Roda ini bisa dipasang tanpa merusak motor,” ujarnya, Sabtu (20/7).
Kendala yang dihadapinya, ketika itu belum ada Surat Izin Mengemudi (SIM) untuk penyandang disabilitas. Pernah Syakur mendaftar untuk melakukan tes SIM C, tetapi pengajuannya ditolak. “Padahal kami butuh izin legal formal. Secara hukum, kami harus diakui sebagai pengendara bermotor juga,” tutur Syakur.
Sambil menunggu pengakuan formal akan eksistensi pengendara kendaraan bermotor penyandang disabilitas, Syakur dan beberapa teman membentuk wadah bernama Disabled Motorcycle Indonesia (DMI) pada 27 November 2009. Syakur menjadi ketuanya sampai saat ini. Sekarang, DMI telah menyebar ke 15 kota di Jawa Timur dengan jumlah anggota sekitar 400 orang.
Yang dinanti akhirnya datang. Pemerintah mengeluarkan peraturan baru dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada bagian SIM berdasarkan golongan perseorangan dalam pasal 80, UU ini mengakomodasi kepentingan penyandang disabilitas. Di sana disebutkan penggolongan SIM yang baru, yaitu SIM D, izin untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang disabilitas.
Syakur bersama empat temannya menjadi penyandang disabilitas pertama yang memperoleh SIM D di Jawa Timur, pada 15 Desember 2011. Prosesnya pun sama dengan orang lain. Mereka menjalani tes tertulis dan praktik dengan kendaraannya masing-masing. Saat ini, 60 persen anggota DMI sudah memegang SIM D.
“Saya selalu meminta para anggota untuk tidak menggunakan cara curang dalam mendapatkan SIM. Mereka harus dites, jangan mau dikasihani,” tandas Syakur. “Beberapa memang masih mengalami kesulitan, terutama dalam tes tertulis. Masih ada anggota yang buta huruf dan belum paham rambu-rambu. Tes tertulis juga menggunakan komputer. Kendala yang lain, beberapa anggota masih belum melek IT (information technology).”
Kendaraan khusus bagi penyandang disabilitas bisa sangat beragam, ada motor roda tiga, motor modifikasi letak persneling atau gas, mobil yang seluruh operasionalisasinya menggunakan tangan, dan sebagainya. SIM pun dapat diperoleh. Yang penting, pengendara harus menyiapkan diri dengan baik untuk menjalani tes, praktik maupun tertulis. [NOV]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 2 Agustus 2013
Foto Shutterstock.