Pagi-pagi, Otan mengajak Beka mencari makanan. Namun, ternyata sahabatnya itu masih tidur. “Beka, bangun! Ayo kita mencari makanan,” ajak Otan.
“Kamu duluan saja, Otan. Aku masih mengantuk.” Beka menggeliat.
Otan pun meninggalkan Beka yang masih bermalas-malasan. Otan berayun dari satu dahan ke dahan lain. Hingga menemukan pohon pisang berbuah lebat. Ia pun membawa setandan buah pisang itu ke sarangnya.
Sementara itu, Beka masih tidur, padahal hari sudah siang. Barulah menjelang sore, Beka bangun, sebab perutnya keroncongan. “Aduh… Aku harus segera mencari makan,” gumam Beka.
Tiba-tiba hujan turun. Beka jadi tak bisa keluar dari sarangnya. “Bagaimana ini? Aku lapar sekali. Aku akan pergi ke sarang Otan, ah. Dia pasti mau memberiku makanan.”
Ia bergegas menuju sarang Otan. Menyelinap di antara dedaunan, berlindung dari hujan.
“Otan… Otan…!” panggil Beka. Otan ke mana, ya? Kok, sarangnya kosong, gumamnya dalam hati sambil melirik ke kiri dan kanan. Beka lalu melihat setandan buah pisang milik Otan. Beka mendekati pisang itu dan memakannya satu buah.
“Wah… pisang ini manis sekali. Kalau aku makan satu lagi, Otan pasti tak akan marah. Dia ‘kan sahabatku,” gumamnya dalam hati. Tanpa berpikir panjang, Beka mengambil pisang itu lagi. Lagi, lagi, dan lagi. Hingga semua pisang habis dilahapnya. Perut Beka membuncit. Ia tak dapat bergerak.
“Aduh…, kenapa perutku sakit sekali?” Beka mengaduh. Napasnya sesak. Hingga hidungnya yang besar terlihat naik turun dengan cepat.
Hujan di luar mulai reda. Tak lama, Otan datang. Tadi ia berteduh di tepi sungai setelah mengambil air. Otan terkejut melihat keadaan Beka. “Beka, kamu kenapa?”
“Perutku sakit sekali.” Beka merintih.
Otan melihat ke sekeliling. Kulit pisang berserakan di mana-mana. “Beka, kamu makan semua pisangku, ya? Pantas saja perutmu sakit. Kamu kekenyangan.”
“Iya, Otan. Maafkan aku. Hu-hu-hu….” Beka menangis.
“Kamu tahu ‘kan mengambil makanan hewan lain tanpa izin itu tidak boleh?” tanya Otan.
“Iya, Otan. Aku minta maaf. Aku sangat menyesal.” Beka menunduk.
“Nih, minum dulu!” Otan memberikan air pada Beka.
“Kamu enggak marah, Tan?”
Otan tersenyum. “Tidak! Asal kamu berjanji tidak mengulanginya lagi.”
“Aku janji, Tan. Terima kasih ya, Otan. Sudah mau jadi sahabat baikku.”
“Sama-sama,” ucap Otan. Mereka pun berpelukan.
Semenjak saat itu, Beka rajin mencari makanan. Ia tak mau menjadi pemalas lagi. Ia pun tak mau lagi mengulangi kesalahannya mengambil makanan yang bukan haknya. Beka dan Otan saling menyayangi.*
Penulis: Teni Ganjar Badruzzaman
Pendongeng: Paman Gery (IG: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita