Aku sekeluarga mudik ke Pulau Samosir, Sumatera Utara. Pulau Samosir ini letaknya di tengah Danau Toba. Lebaran kali ini sungguh beruntung bagiku. Aku akan melihat Karnaval Sigale-Gale. Sigale-Gale adalah boneka berbentuk manusia terbuat dari kayu yang menjadi identitas budaya Batak.
Sekarang, aku bersama papa dan mama berada di kawasan Danau Toba tepatnya di Desa Garoga, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Bersama keluarga besarku yang lainnya, kami datang lebih awal. Sepupuku Bonar dan Duma ikut dalam barisan karnaval. Begitu juga dengan Papa dan Mama mereka. Aku membantu menyiapkan kain ulos yang akan mereka gunakan.
“Wah, Kalian beruntung bisa ikut acara karnaval ini. Andai saja aku bisa ikut,” kataku sambil membetulkan posisi kain ulos sepupuku.
“Itu bisa terjadi, jika Kau tinggal di sini,” celoteh Bonar sambil tertawa.
Aku tahu Bonar hanya bercanda tapi aku merasa sedih karena tak bisa ikut perayaan yang menjadi kebanggan suku kami.
“Kau tak usah sedih, Binsar. Kau mahir menari tor-tor dan memainkan alat musik gondang sabangunan,” kata Opung menghiburku. “Kalau ada kesempatan dilain waktu, Kau pasti bisa ikut.”
“Sekarang, Kau tak bisa ikut tapi bisa melihat secara langsung meriahnya karnaval ini,” sahut Duma.
Duma menjelaskan padaku tentang acara karnval. Selain atraksi Sigale-Gale yang tentu saja diikuti musik dan tarian, ada parade ulos, fashion show dari bahan ulos, becak hias dan masih banyak yang lainnya.
Acara belum mulai, tapi pengunjung semakin banyak. Aku, papa dan mama mencari tempat strategis untuk melihat karnaval.
Aku melihat air danau toba begitu jernihnya. Udara di sini juga sangat sejuk, karena tanaman hijau dan bunga yang tumbuh disekitar danau. Indahnya pemandangan membuat siapapun betah berada di sini.
Samar-samar kudengar suara memanggilku dari jauh. Kulihat kebelakang, Bonar berlari ke arahku.
“Binsar … Binsar,” ucapnya sambil melambaikan tangannya. “Kau mau ikut menjadi peserta karnaval?”
“Ikut? Tentu saja aku mau,” jawabku kegirangan.
Salah satu peserta tak bisa ikut karena sakit, jadi aku bisa menggantikan posisinya. Aku segera menggunakan baju adat dan bergabung dengan kelompok musik. Aku akan memainkan gondang. Kami berlatih sebelum acara dimulai.
“Sepupumu hebat, Bonar,” puji pemain gondang lainnya.
“Papaku yang mengajariku. Meskipun tak tinggal di sini, kami tak lupa adat dan budaya Batak,” ucapku bangga.
Aku merasa senang bisa ikut serta dalam acara Karnaval Sigale-Gale. Selesai acara, kami menikmati berbagai makanan khas seperti ikan mas arsik, dengke mas na niura, daun ubi tumbuk dan masih banyak menu menarik lainnya. *
Oleh Tim Nusantara Bertutur
Penulis: Lailatul Badriyah
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita