Pulang, rumah. Apa yang acapkali teringat ketika kata-kata ini bergema di hati dan pikiran kita? Bisa jadi, salah satunya adalah makanan. Apalagi ketika kita sedang pergi jauh atau sedang menjalani aktivitas yang begitu padat, tiba-tiba muncul keinginan pulang ke rumah untuk sekadar makan masakan rumah.

Masakan rumah merupakan comfort food, begitu istilah bekennya. Comfort food mengundang ingatan tentang mereka yang mencintai kita, bahkan mengingatkan siapa kita. Ketika jauh dari rumah, kita mencari makanan rumahan. Dengan adanya kebutuhan tersebut, tak jarang beberapa tempat makan menyediakan menu rumahan. Untuk mengobati rasa kangen, begitu salah satu tujuannya.

Foto – Foto : Iklan Kompas/E. Siagian

Jangankan ketika sedang berada di luar negeri atau kota lain dalam tempo yang lama, sering kali meski berada di satu kota karena kesibukan yang padat dan sudah tidak tinggal bersama orang tua, kita sering merasa kangen dengan masakan rumah. Rasa kangen, lelah, sedih, dan perasaan sendu lainnya secara “ajaib” bisa terobati dengan menyantap masakan rumahan.

Comfort food adalah makanan yang diolah dengan cara tradisional dan memiliki daya tarik nostalgia atau sentimentil. Sementara itu, kamus Oxford menyebutkan bahwa comfort food adalah makanan yang memberikan penghiburan atau perasaan nyaman. Santapan ini dikaitkan dengan sajian di masa kecil atau makanan rumahan.

Cita rasa nyaman

Sebuah restoran kecil yang berlokasi di Como Park, Kemang, Jakarta Selatan, ini menjadi contohnya. Dengan apik tempat ini menyajikan menu-menu comfort food yang mungkin sebagian dari kita akan mengingatnya sebagai “seperti masakan nenek” atau sosok lain yang dekat dengan kita.

Ketika banyak restoran lain berlomba mempersembahkan kuliner luar negeri, restoran ini dengan bangga mempersembahkan kuliner lokal yang sederhana tapi terasa sentimentil. Ada satu menu yang begitu menarik, yaitu nasi spesial pete peda. Tempat lain mungkin tidak akan menjual menu sederhana ini karena takut tidak laku. Namun, di restoran ini, menu yang dari namanya saja terdengar “rumahan” menjadi salah satu andalan dan cukup diminati konsumen.

Menu yang diracik dari ide dan tangan sang nenek pemilik restoran memperlihatkan keunikan restoran yang berkonsep deli ini. Dengan konsep deli, makanan yang ada di restoran ini tidak dimasak di dapur restoran. Semua menu makanan yang ada telah siap saji. Akan tetapi, tak perlu ragu akan kesegaran dan kebaruan menu. Semua menu makanan siap saji telah dikontrol dan diolah dengan baik.

“Kami tidak pakai dapur dan tidak dimasak di tempat karena sudah disiapkan dari awal. Kami juga tidak menggunakan MSG dan bahan pengawet,” terang Ein Halid, pemilik restoran.

Tujuannya agar lebih sederhana dan tidak membuat pembeli menunggu lama. Konsep ini juga untuk menghindari konsumsi makanan yang tak terjual selama berhari-hari. Saat ada pemesanan, pihaknya hanya perlu menghangatkan dan ini tak menghilangkan cita rasa alami makanan. Selain mempersembahkan konsep comfort food lokal, juga healthy food. Jadi, dari tua dan muda dapat mengonsumsinya dengan aman.

Dari segi kesehatan, bukan hanya tanpa penggunaan MSG dan bahan pengawet, tetapi juga memasaknya melalui proses pengasapan. Hal ini menjadi ciri restoran. Ein mengungkapkan, proses pengasapan daging untuk menghindari pemakaian minyak goreng berlebih. Apalagi bagi beberapa pihak, mengonsumsi minyak tidak baik bagi kesehatan.

Selain nasi spesial pete peda, pengunjung juga dapat menikmati nasi ayam asap jeruk, nasi sapi asap sambal ijo, nasi ayam lemon, nasi lidah asap keju, nasi spesial ayam woku, dan nasi spesial ayam kecap. Untuk camilannya ada siomay yang juga khas buatan sang nenek dan donat kampung.

Minumannya, selain kopi, ada juga teh. Spesialnya, pengunjung dapat menikmati teh premium Warisan yang termasuk produk “jadul” di negeri ini. Coba saja nikmati teh naga khas Warisan. Rasanya memang seperti teh-teh ketika zaman kita kecil dulu. Nostalgia menyesapnya.

3001-langgam_5
3001-langgam_4
3001-langgam_6

Restoran yang baru berjalan hampir dua tahun ini mencoba mempersembahkan kenyamanan ala rumahan bagi pengunjungnya. Bukan hanya dari menu-menu F&B-nya, tetapi juga keramahan dan kehangatan tim mereka ditambah desain interior ruangannya. Hal ini diharapkan dapat membuat pengunjung betah dan juga ada keinginan agar restoran ini dapat selalu tap-in dengan kehidupan atau aktivitas sehari-hari pengunjungnya.

“Kami berharap dengan menu ala rumahan yang disajikan dan persembahan lainnya dari restoran ini diharapkan dapat menjadi ‘bagian’ yang senantiasa menemani aktivitas pengunjung. Mulai dari sarapan, brunch, makan siang, sampai dengan makan malam. Sebagai pilihan tempat nongkrong, meeting, dan belajar,” harap Ein.

Restoran mungil yang dapat membuat pengunjungnya “serasa pulang ke rumah” dan memberikan sepercik nostalgia yang cantik ini bernama Lokal Deli. [ACH]

 

 

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 30 Januari 2018