Berbekal potongan kertas, gunting, dan lem, Agus Winarto (43) dengan kreatif bisa membentuk berbagai karakter pahlawan super atau karakter terkenal lainnya. Bagi Agus, kertas sudah menjadi bagian dari hidup.
Sejak kecil, Agus suka dengan kerajinan tangan. Dia menduga bakatnya ini menurun dari ibunya yang bekerja pada bidang garmen. Hingga akhirnya Agus menemukan kesenangan dengan bahan kertas. “Buat saya, suara kertas yang kresek kresek itu seksi sekali.”
Di apartemennya, berbagai kreasi kertas terpampang. Mulai dari Superman, Batman, Asterix, hingga karakter Tintin yang lengkap dengan jambul dan anjingnya Snowy. Yang terbaru, Agus baru saja selesai membuat karakter Marilyn Monroe dengan pose rok terbangnya yang ikonis.
“Kertas itu nurut sama kita. Bisa dibentuk sesuai keinginan. Kertasnya tinggal disesuaikan saja, mulai dari HVS sampai kertas tisu pun bisa. Seperti karakter Princess Belle dari film Beauty and The Beast ini, gaunnya saya buat dari kertas tisu warna kuning. Begitu juga Marilyn Monroe,” ujar pemuda kelahiran Semarang ini.
Memberi jiwa
Pada awal pembelajarannya, boneka kertas yang dibuatnya masih tanpa ekspresi dan kasar. Berangkat dari masukan orang lain dan sifat eksploratif yang dimilikinya, Agus menemukan cara untuk memberikan “jiwa” pada karyanya.
“Saya belajar sendiri untuk memberikan ekspresi di muka boneka kertas ini. Sebab, dulu ada yang bertanya, kenapa mukanya polos saja, tidak ada mata dan hidung. Lalu, saya otak-atik sendiri dan ketemu caranya. Teknik quilling biasanya dihasilkan dalam bentuk dua dimensi, saya menjadikannya tiga dimensi. Teknik ini juga saya padukan dengan teknik paper art lainnya, seperti paper cutting dan lainnya,” kata Agus.
Keunikan karyanya inilah yang kemudian membuat Agus memutuskan mundur dari pekerjaan kantorannya dan pada 2014 fokus untuk berkarya dengan membangun label bernama Kertase, kata dalam bahasa Jawa yang memiliki makna kertas. Nama ini dianggapnya sangat Indonesia.
Tantangan
Tantangan terbesar dalam pembuatan karyanya adalah saat menggulung kertas. Kesabaran dan ketelatenan dibutuhkan agar gulungannya bisa rapi. “Yang paling sebel, ya pas menggulungnya, bisa sampai pinggang pegal. Tapi, saat sampai proses detailnya, itu yang paling asyik. Sudah seperti Lego. Apalagi kalau detailnya semakin kecil ukurannya. Kalau sudah jadi, saya merasa puas,” ujar pria yang dulu bercita-cita menjadi desain interior ini.
Walaupun banyak permintaan untuk membuat karakter kartun terkenal, Agus menolaknya. Selain dia tidak ingin bermasalah soal lisensi, Agus tidak suka dengan hal berbau plagiat. Sebab, dia sendiri tidak mau karyanya diplagiat oleh orang lain. Karakter tersebut dibuat untuk menjadi contoh dan koleksi pribadi.
Sekarang, Agus lebih banyak mengerjakan karya untuk kebutuhan pesanan secara personal. Kebanyakan pesanan datang untuk kebutuhan bertema keluarga, pernikahan, dan ulang tahun anak. Namun, Agus tidak sembarangan membuatnya.
Biasanya saat ada pesanan datang, Agus mewawancarai calon konsumen dan bertanya mulai dari tema yang diinginkan, warna yang disukai, hobi yang digemari, hingga makanan favorit. Jika pesanan datang dari melalui email atau pesan instan, biasanya saya minta dikirimkan foto orang yang ingin dibuatkan karakternya.
“Saya meminta hal detail seperti itu agar karakter yang dibuatnya bisa punya ‘jiwa’ dan mirip dengan orang aslinya. Saya bahkan pernah sampai print motif batik untuk menyesuaikan dengan pesanan,” ujar pria yang berprofesi sebagai pekerja lepas desainer grafis ini.
“Jiwa” pada karyanya ini tidak terbatas pada karakter manusianya, tetapi juga lingkungannya. Maka, Agus tidak melulu menggunakan satu jenis kertas dan ketebalannya tidak selalu sama. Misalnya, saat ingin membuat batu, Agus menggunakan karton, sedangkan untuk gaun atau baju menggunakan tisu.
Prinsip dan harapan
Harga yang dipatok oleh Agus untuk sebuah pesanan, paling murah dibanderol Rp 500 ribu untuk ukuran 22 x 22 sentimeter. Harga ini sangat murah jika dilihat dari kerumitan pembuatannya. Namun, Agus beralasan harga ini sesuai karena produk seperti Kertase ini belum ada yang sama, jadi tidak tahu kelebihan dan kekurangannya. Lainnya, harga ini untuk menghindari karyanya ditiru.
Agus biasanya membatasi satu hari, satu pesanan. Hal ini untuk menjaga kualitas karyanya. Sebab, saat ini Agus masih mengerjakan semua pesanan itu sendiri.
Produk Kertase memang 90 persen terbuat dari kertas, tetapi bukan berarti Agus senang menghamburkan kertas. Agus selalu berusaha sedikit mungkin menghasilkan sampah kertas. Selama masih bisa dipakai, dia akan menyimpan sisa kertas. Bahkan, kertas bekas pun terkadang dia gunakan juga.
Prinsip tersebut yang terkadang menambatkan kesan pelit pada diri Agus. Padahal, hal ini seharusnya tidak diasosiasikan sebagai sifat pelit, tetapi berusaha meminimalkan sampah kertas yang dihasilkan. Oleh karena itu, dia kerap mengimbau untuk mengurangi sampah kertas di unggahan media sosialnya.
Saat ini, Agus sedang mencoba membuat kreasi boneka kertas dengan karakter tiap provinsi di daerah lewat detail baju daerahnya. Agus berharap, kreasinya ini layak ditenteng oleh wisatawan asing dan menjadi produk khas Indonesia. Namun, dia tidak ingin terburu-buru menjual produk ini karena daya tahan kertas itu sendiri masih harus diuji coba dan dicari kertas yang cocok.
“Rencana lainnya, saya juga ingin mengajarkan kemampuan saya ini ke orang lain, seperti narapidana di lembaga pemasyarakatan dan panti asuhan. Semoga kemampuan ini bisa bermanfaat bagi mereka juga,” pungkas Agus. [VTO]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 19 Juli 2018