Sejak lama industri teknologi telah menghadapi isu kesenjangan jender. Dulu, perempuan tidak pernah menjadi pemimpin di sebuah perusahaan teknologi. Kini, beberapa perempuan sudah mencuat ke permukaan dan menjadi petinggi. Pekerja perempuan di perusahaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pun sudah menjamur.

Marketing Technology Lead Traveloka Aurora Marsye Maramis berpendapat, justru karena teknologilah perempuan bisa memiliki andil dan punya peran di dunia TIK. Menurut Aurora, jender bukanlah penghalangan jika seseorang ingin berkecimpung dan berinovasi di dunia teknologi.

“Jadi, kalau dibilang perempuan tidak banyak di dunia TIK karena tidak suka hal yang rumit, tidak juga. Saya rasa setiap orang, perempuan atau laki-laki, ingin menikmati kemudahan. Contohnya seperti Traveloka, tempat saya kerja, yang hadir buat memudahkan penggunaan dalam memesan tiket pesawat dan hotel,” ujarnya.

Hal serupa diamini Namira Hanida Zahra yang bekerja sebagai Lead System Analyst di PT Sangkuriang Internasional. Sehari-hari, dia bertugas memastikan sistem atau aplikasi yang dikembangkan sesuai kebutuhan dan sampai di tangan klien dengan tepat. Menurut Namira, sifat attention to detail yang dimiliki perempuan justru memberikan kelebihan di bidang ini dibandingkan laki-laki.

“Saya di sini dituntut harus adaptif dengan cepat dengan berbagai proyek yang memiliki kasus dan kebutuhan yang berbeda-beda. Bagi saya itu adalah hal yang menarik,” ujarnya.

Rasa tertantang bekerja di bidang TIK pun dirasakan Refika Hanum yang berprofesi sebagai Assistant Business Support Operation PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap, Jawa Tengah. Dia sudah melihat peluang besar untuk berkembang sejak masih kuliah pada 2006.

“Sekarang, TIK sudah seperti paru-paru di sebagian besar perusahaan dan bisa menjadi pendorong kemajuan perusahaan. Peluang itu tidak hanya di perusahaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari. Dunia TIK sudah masuk ke seluruh aspek kehidupan kita,” katanya.

 

Semangat emansipasi

Menjelang Hari Kartini, semangat emansipasi tidak lagi memperjuangkan kesamaan hak dengan laki-laki. Semangat itu lebih pada keberanian perempuan untuk berkarya di bidang teknologi. Aurora berpendapat, kesempatan itu sangat besar karena bidang teknologi itu luas, tidak sebatas programmer.

“Stereotip tentang teknologi mengarah kepada satu gender tertentu memang harus kita gerus. Perjalanan masih panjang, jika pria masuk ke dunia TIK, sedangkan perempuan menjauh karena tuntutan stereotip. Pertumbuhan jumlah partisipasi perempuan yang meningkat tentu jadi indikator positif, tetapi jangan sampai kita terjebak dengan tolok ukur yang tidak tepat sasaran, seperti jika pria tidak lagi dominan, apakah akan menjadi lebih baik?” ujarnya.

Hal itu sejalan dengan pemikiran Namira. Menurutnya, dunia TIK tidak mengenal jender. Jika seseorang punya kemampuan yang mumpuni, tentunya dia pantas untuk menggeluti bidang ini. “Semua bidang industri itu sama. Makin hari, peran perempuan semakin besar, tak terkecuali bidang TIK. Oleh karena itu, jangan takut untuk terjun di dunia TIK, apalagi hanya karena pengaruh stereotip.”

Perempuan pun harus berani keluar dari zona nyaman dan mau belajar hal baru. Ketika ada teknologi baru, dia harus segera dipelajari. Hal ini dikatakan Refika melihat kenyataan perempuan yang masih sering dianggap sebelah mata apabila dikaitkan dengan teknologi.

“Dunia TIK semakin banyak dihuni perempuan. Sebab, perempuan bisa semakin leluasa bekerja di mana saja. Jadi, dia pun bisa berkarya dari rumah. Yang penting, kemauan belajar dan niat mau ngoprek yang tinggi harus dimiliki agar bisa mengambil peran lebih banyak di dunia teknologi,” ucapnya.

Mereka bertiga hanya sebagian kecil contoh perempuan di dunia TIK Indonesia. Mereka semua pun berharap, perempuan harus terus maju dan menginspirasi serta mengambil peran lebih besar lagi di dunia TIK Indonesia. [VTO]

noted: Semangat Kartini di Bidang TIK