Lampu lalu lintas adalah salah satu sinyal yang dapat ditemukan di setiap persimpangan yang rawan kemacetan, tempat penyebrangan, dan area lalu lintas lainnya. Fungsi lampu lalu lintas adalah untuk mengatur kendaraan dalam bergerak dan pejalan kaki yang ingin menyebrangi jalan raya. Lalu, bagaimana sejarah lampu lalu lintas? mengapa warnanya merah, kuning, dan hijau? mari simak!

Sejarah Lampu Merah

Pada 1860, London merupakan salah satu kota padat yang ada di Eropa. Kepadatan kota tersebut telah digambarkan dalam buku berjudul Victorian London: The Life of a City karangan Liza Picard, di dalamnya dijelaskan setiap hari terdapat 13 ribu kendaraan, termasuk pejalan kaki dan kereta kuda. London disebut sebagai kota paling macet di Eropa, bahkan kota macet ke-25 di seluruh dunia. 

Untuk mengatasinya, John Peake Knight membuat sinyal kereta api untuk mengatur lalu lintas. Juga, untuk mempermudah akses pejalan kaki agar dapat menyeberang dengan aman. Sistem sinyal yang dibuat oleh Knight dikembangkan menggunakan semaphore, agar dapat memberikan simbol merah di siang hari dan merah hijau di malam hari. Melalui ide ini, Knight disebut sebagai penemu lampu lintas, yang berhasil dioperasikan pada 9 Desember 1868, pada persimpangan Bridge Street dan Great George Street, Westminster, London. 

Sistem ini sempat diberhentikan, karena meledaknya proyek lampu lintas yang beroperasi dari gas, hingga membuat salah satu polusi penjaga lampu lalu lintas terluka. Membuat sistem lampu lalu lintas ini dinilai tidak aman. Namun, para peneliti terus mengembangkan lampu lalu lintas menggunakan teknologi yang lebih aman untuk digunakan oleh masyarakat. 

Kenapa Berwarna Merah, Kuning, dan Hijau? 

Lampu Merah

Warna merah dipilih sebagai tanda untuk berhenti dalam sistem lalu lintas karena memiliki kemampuan alami untuk menarik perhatian. Merah adalah warna yang paling cepat ditangkap oleh mata manusia, menjadikannya pilihan ideal untuk memperingatkan pengendara agar menghentikan laju kendaraannya.

Selain dari segi visual, warna ini juga memiliki makna simbolis yang kuat. Dalam psikologi, merah sering dikaitkan dengan bahaya, kewaspadaan, dan emosi yang intens seperti marah atau tegang. Itulah sebabnya warna ini mampu memberikan efek “berhenti sejenak dan pikirkan” pada pengguna jalan.

Lampu Kuning

Kuning berfungsi sebagai jembatan antara instruksi untuk berhenti dan berjalan. Warna ini cukup terang untuk memicu perhatian, tapi tidak seintens merah yang bisa memunculkan tekanan. Ia hadir sebagai pengingat agar pengendara bersiap, baik untuk berhenti maupun untuk melaju.

Dari sudut pandang psikologis, kuning juga dikenal membawa kesan optimisme dan energi. Ia bisa memberikan sentuhan semangat di tengah kepadatan lalu lintas, sekaligus membantu meredam rasa jengkel ketika harus menunggu lampu hijau menyala.

Lampu Hijau

Hijau dikenal sebagai simbol aman dan lanjut. Dalam konteks lalu lintas, hijau menandakan bahwa jalur telah terbuka dan perjalanan bisa dilanjutkan tanpa hambatan.

Tak hanya itu, warna hijau juga memiliki efek menenangkan. Dalam dunia psikologi, hijau sering diasosiasikan dengan pertumbuhan, keseimbangan, dan harapan. Maka, tak heran jika warna ini membawa kesan positif bagi para pengendara, seolah memberikan sinyal bahwa segala sesuatunya berada dalam kendali dan aman untuk bergerak maju.

Setiap warna di lampu lalu lintas bukan sekadar hiasan yang bergantian menyala. Ia adalah bahasa visual yang dirancang agar otak kita langsung menangkap maksudnya dalam hitungan detik. Saat jalanan padat dan waktu terasa mepet, satu warna saja bisa menjadi penentu: berhenti, hati-hati, atau jalan terus.

Pada akhirnya, warna-warna ini bukan sekadar cahaya—mereka adalah penjaga irama kota. Tanpa mereka, jalanan bisa berubah menjadi teka-teki kacau tanpa jawaban.

Baca juga: Sejarah Lampu Lalu Lintas, Dari London hingga Mendunia