Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pernah mengatakan, bisnis tradisional di Indonesia membutuhkan sentuhan aplikasi (teknologi) pada acara peresmian Indonesia Convention Exhibition (ICE) di Serpong, Banten, Selasa (4/8). Bisnis berbasis teknologi, ungkap Presiden, akan menjadi bagian penting pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pernyataan Presiden Jokowi ini sejalan dengan pandangan pengamat Usaha Kecil Menengah (UKM) sekaligus Executive Vice President, Head of SME Banking Commonwealth Bank Indonesia Widjojo. Menurutnya, usaha yang mampu bertahan di masa sekarang, terutama di tengah perlambatan ekonomi seperti sekarang ini, yakni usaha kreatif apalagi dengan dukungan teknologi.

“Sudah saatnya para pelaku UKM dapat memanfaatkan peran teknologi untuk mendukung pengembangan usahanya. Penggunaan sarana digital pun terbukti dapat membuka peluang meraih pasar yang lebih luas, tetapi dengan biaya lebih efisien. Selama ini, kesenjangan terhadap penggunaan teknologi merupakan salah satu tantangan yang kerap dihadapi pelaku UKM,” ujarnya.

 

Mulai dilirik

Menurut data terakhir dari Google Inc dan lembaga riset TNS, penetrasi ponsel pintar di Indonesia meningkat tajam dibandingkan tahun lalu, dari 28 persen menjadi 48 persen. Penelitian ini juga berhasil menangkap fakta bahwa Indonesia menjadi negara dengan lonjakan persentase terbesar di regional ASEAN dalam hal belanja melalui ponsel pintar, yakni sekitar 67 persen.

Pertumbuhan penetrasi ponsel pintar ini mau tidak mau menambah tingkat persentase internet di Indonesia. Perlahan orang Indonesia mulai akrab dengan internet dan secara tidak langsung menambah jumlah startup (wirausaha digital) di Indonesia. Indonesia pun mulai masuk radar para investor digital (venture capital/VC) dari luar negeri.

Banyak program, seminar, dan pelatihan yang mulai berdatangan dalam skala nasional dan global untuk mendukung perkembangan startup di Indonesia. Salah satunya, Lean Startup Machine (LSM), sebuah pelatihan selama tiga hari yang membantu peserta untuk memvalidasi ide bisnisnya menjadi ide yang lebih solid dan diterima oleh pasar.

“Tiga tahun lalu, pandangan skeptis terhadap usaha startup di Indonesia masih tinggi, termasuk dari orangtua. Namun, sekarang mereka telah ‘dewasa’ dan melihat bahwa mereka bisa mengembangkan startup,” ujar Pendiri dan CEO Y Group Asia Boye Hartmann pada konferensi pers Lean Startup Machine (LSM) di Jakarta, Kamis (20/8).

Dalam konferensi pers tersebut juga hadir Doni Apriliandi, pendiri Happy5. Dia mengatakan, 95 persen dari startup gagal tidak selalu karena masalah teknis, tetapi karena tidak ada orang yang menggunakan produknya. Oleh karena itu, Doni menambahkan, validasi ide bisnis itu penting untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh orang-orang sekarang ini.

Pelatihan oleh LSM ini sukses digelar di lebih dari 200 kota di enam benua. Salah satu metode yang menjadi unggulan di LSM adalah berinteraksi langsung dengan masyarakat. Metode itu diberi slogan get out of the building.

“Kami memiliki banyak expertise dan tools. Namun, kami mengerti setiap negara memiliki perbedaan. Oleh karena itu, kami akan menyesuaikan metode dan pengajaran dengan kondisi negara tersebut. Selanjutnya, kami akan menantang para peserta untuk lebih menguasai produk yang dibuat dan melakukan validasi langsung ke konsumen,” ujar CEO LSM Trevor Owens melalui teleconference.

Tahun ini, LSM akan diadakan pada 4–6 September di kantor Kejora (sebuah VC lokal), Wisma Barito Pacific, Jakarta. Peserta pun akan dibatasi sekitar 100 orang agar pengajaran bisa komprehensif dari sejumlah mentor di Tanah Air. Peserta terbaik bakal diundang untuk mengikuti program akselerator dan inkubator beberapa VC, antara lain Kejora, SkyStar Ventures, GEPI, dan Endeavor Indonesia. [VTO]

noted: saatnya menggunakan teknologi dalam berbisnis