uatu siang terik di Desa Satu Nusa, Sleman, Yogyakarta, Bayu sedang asyik bermain video game melalui ponselnya. Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk oleh seseorang.
“Bayu, buka pintunya, Nak,” rupanya itu suara ibu.
Bayu pun beranjak memutar gagang pintu kamarnya.
“Ada apa, Bu?” tanya Bayu penasaran.
“Pak Karjo meminta tolong untuk membersihkan rumput di halaman belakang rumahnya. Rumputnya sudah tumbuh panjang.”
Bayu menghela napas. “Nanti saja ya, Bu. Tiba-tiba badan Bayu capek,” ucap Bayu mencari alasan.
“Bayu, jangan seperti itu, Nak. Kasihan Pak Karjo usianya sudah cukup tua dan tidak boleh terlalu lelah. Ajak juga adikmu, Fathir,” ujar Ibunya.
“Iya, Bu.” Bayu lalu berjalan keluar kamar dengan langkah lesu untuk menemui adiknya yang sedang mewarnai gambar. Bayu mengajak Fathir ikut ke rumah Pak Karjo yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.
“Permisi!” ucap Bayu dengan lantang saat mereka sampai di depan rumah Pak Karjo yang bercat biru.
Tak lama pintu pun terbuka. “Oh, ada Bayu dan Fathir. Ayo, silakan masuk.”
Bayu dan Fathir pun berjalan masuk menuju halaman belakang rumah Pak Karjo. Tampak rumput-rumput hijau yang tumbuh telah panjang sehingga menutupi tanah.
“Nak, tolong dicabut rumput-rumputnya dan dikumpulkan di lubang sebelah sana,” tunjuk Pak Karjo. “Bapak mau membersihkan rumah bagian dalam dulu.” Pak Karjo lalu beranjak masuk ke dalam rumah.
Fathir lalu mencabut rumput-rumput dengan bersemangat, sementara Bayu dengan enggan mencabutnya. Huh! Seharusnya aku sekarang sedang asyik bermain video game, batin Bayu menggerutu. Pikirannya tidak bisa lepas dari bayang-bayang video game.
Bayu mendapatkan sebuah ide.
“Aduh Fathir! Perut Kak Bayu sakit nih. Kakak pulang dulu yaa,” ucap Bayu kemudian berpura-pura.
“Tapi, Kak…,” ucapan Fathir terpotong karena Bayu sudah berlari pergi meninggalkan Fathir.
Bayu berlari melewati pintu halaman samping supaya Pak Karjo tidak mengetahuinya. Saat Bayu tiba di rumah, ia langsung mengambil ponselnya dan mulai asyik bermain video game di kamar.
Beberapa lama kemudian, Fathir pulang dengan membawa sebuah kantung plastik hitam.
“Apa itu Dik?” tanya Bayu saat ia keluar dari kamarnya dan menemukan Fathir yang sedang duduk di kursi meja makan.
Bibir Fathir tersenyum lebar. “Ada bakpia dengan berbagai macam isi dari Pak Karjo untuk kita, Kak.”
Mata Bayu terbelalak. Ia merasa bersalah pada Pak Karjo dan Fathir karena telah bersikap tidak jujur dengan pura-pura sakit.
Bayu merasa tak enak hati. Ia lalu sadar dan berjanji pada dirinya bahwa ia akan selalu jujur dan tulus membantu sesama. *
Penulis: Firman Agung Setyo Aji
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita