Asih selesai memasukkan ampyang terakhir ke dalam plastik, ketika adiknya, Seto, masuk ke dalam rumah.
“Ibu, Seto ingin rumah-rumahan seperti milik Arga. Belikan ya, Bu?” pinta Seto.
“Rumah-rumahan apa, Seto?” tanggap Ibu.
Seto lalu mengajak Ibunya keluar rumah. “Itu! Mainan baru Arga,” tunjuk Seto ke arah rumah Arga. “Rumah-rumahan yang untuk piknik. Jadi Seto bisa bermain dan tidur di dalamnya,” lanjut Seto.
“Oh, tenda maksudnya, Bu,” sahut Asih. “Yang dijual Pak Badu di pinggir jalan itu.”
Ibu lalu mengelus kepala Seto. “Nanti tunggu Bapak pulang, ya. Kita tanya Bapak dahulu.”
Seto mengangguk perlahan.
Ibu lalu melanjutkan pekerjaannya. Sinar mata Ibu menunjukkan kemurungan. Asih melihatnya sekilas.
Sejak pandemi, Bapak diberhentikan dari pekerjaannya. Beruntung Bapak diajak kawannya untuk menarik ojek. Ibu yang cukup mahir membuat makanan kecil juga mulai menerima pesanan. Hasilnya untuk menambah pemasukan.
Bapak dan Ibu mengajari Asih dan Seto untuk berhemat. Barang yang tidak benar-benar diperlukan sebaiknya tidak dibeli. “Pasti nanti Bapak tidak mengizinkan Seto membeli tenda seperti milik Arga. Mahal harganya,” batin Asih.
Tiba-tiba terlintas sebuah ide di kepala Asih. Dia lalu segera mengampiri Seto dan mengajaknya ke kamar Ibu. Mengambil beberapa kain dan selimut tipis, lalu membawanya ke ruang tengah.
“Kain dan selimut ini buat apa, Mbak?” tanya Seto.
“Ayo, kita buat rumah-rumahan. Yang bisa buat main dan tidur Seto,” ajak Asih.
Mata Seto langsung berbinar senang. Dia dengan girang membantu menyiapkan segala yang dibutuhkan untuk membuat rumah-rumahannya. Ibu yang awalnya tampak kebingungan pun ikut senang. Berusaha membantu, jika Asih dan Seto membutuhkan.
Tak berapa lama kemudian, di ruang tengah, tampak sebuah rumah-rumahan milik Seto. Bagian bawah meja makan yang cukup luas ditutup kain melingkar. Kanan kirinya dibatasi kursi kayu. Satu bagian dibiarkan agak terbuka untuk pintu. Di lantainya diberi tikar, lalu dilapisi karpet.
Seto dengan girang membawa bantal gulingnya ke dalam rumah-rumahannya. Siang itu, dia ingin bermain dan tidur di rumahnya.
Itu semua hasil kreativitas Asih untuk menyenangkan adiknya, yang sekaligus bisa membantu orangtuanya berhemat, tak perlu membeli barang yang tak terlalu dibutuhkan.
Seto lalu memeluk Asih dan berkata, “Terima kasih, Mbak. Rumahku bagus.”*
Penulis: Octa Berlina
Pendongeng: Paman Gery (IG: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita