Pagi ini, ia beserta bunda terlihat sibuk merapikan kamar Aira yang masih berantakan. Namun, saat sedang berbenah itulah Aira justru terlihat tidak bersemangat. Bunda yang melihat Aira seperti itu mencoba menghampiri.
“Kamu kenapa, Aira? Kok, mukanya ditekuk seperti itu?” tanya Bunda.
“Aira takut tidak punya teman di sini, Bunda!” sahut Aira kemudian.
“Kenapa Aira berpikir seperti itu? Tentu saja Aira akan punya banyak teman baru di sini,” kata bunda mencoba menenangkan.
“Tapi, Aira kan berbeda, Bun. Rambut Aira tidak lurus seperti mereka. Kulit Aira juga lebih gelap. Apakah mereka mau berteman dengan Aira?”
“Aira sama kok seperti mereka. Tidak ada yang berbeda, Sayang!” sahut Bunda.
Keesokan harinya, Aira pun berangkat ke sekolah barunya. Aira diajak Bu Guru Salma untuk masuk ke dalam kelas. Aira berpamitan kepada bunda dengan perasaan cemas. Namun, berulang kali Bunda berusaha untuk memberi semangat kepada Aira.
Setelah Aira memasuki kelas, ia melihat mata semua orang tertuju kepadanya. Aira pun menundukkan wajah sambil menahan malu.
“Anak-anak, kenalkan teman baru kalian. Namanya Aira. Ibu harap kalian bisa berkawan baik dengan Aira, ya!” ujar Bu Guru Salma.
Aira terus saja menundukkan wajahnya karena merasa malu dan takut. Namun, tiba-tiba seseorang memanggil namanya dengan lantang. Aira pun segera mengangkat wajahnya untuk mencari orang yang menyebut namanya itu.
“Hai, Aira! Duduklah bersamaku!” teriak Maura yang duduk di kursi barisan paling depan.
“Duduk denganku saja, Aira!” sahut Najwa setelah itu.
“Denganku saja! Denganku!” timpal yang lainnya.
Aira tidak menyangka ternyata mereka sangat menerima kehadirannya. Aira pun tersenyum sambil memandangi mereka satu per satu. Berhubung suasana kelas sangat ramai, akhirnya Bu Guru Salma yang menentukan tempat duduk untuk Aira. Aira pun ditempatkan duduk bersebelahan dengan Maura.
“Hai, Aira! Senang bisa kenal denganmu,” sapa Maura. Aira hanya mengangguk malu-malu.
“Oh, ya, jam istirahat nanti kita main sama-sama ya, Aira!” Najwa yang duduk di belakang bangkunya mulai berbicara.
“Kamu tidak usah malu dengan kami, Aira. Kita semua sama, kok. Justru dengan kehadiran kamu di kelas ini membuat keberagaman Indonesia semakin terlihat. Karena perbedaan bukanlah penghalang untuk menjalin tali persaudaraan,” ujar Maura penuh semangat.
“Terima kasih, ya, Maura. Berkat ucapanmu, aku merasa lebih lega sekarang,” ujar Aira sambil tersenyum. *
Penulis: Dede Soepriatna
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita