“Iya, Nak. Ayah juga senang kondisi Gunung Merapi telah normal dan kita bisa
kembali ke rumah,” tanggap Ayahnya.
Riko, Ayah, dan 340 warga Cangkringan, Sleman, kini, sudah bisa kembali ke rumah masing-masing, setelah dua hari tinggal di pengungsian karena kenaikan aktivitas Gunung Merapi.
Pagi ini, mereka pulang dari pengungsian dengan menaiki bus bantuan. Di perjalanan, Riko mengamati keadaan jalan, rumah-rumah warga dan pohon-pohon yang tampak putih tertutup abu vulkanik. Riko masih terbayang letusan Gunung Merapi kemarin lusa, yang disertai suara gemuruh dan getaran yang menggetarkan jendela kaca rumahnya, hingga membuat Riko dan para tetangganya mengungsi di sebuah balai desa di desa lain yang tidak terkena dampak letusan.
Sampai di rumahnya, Riko meletakkan tas berisi pakaian-pakaiannya, sedangkan Ayah langsung bergotong royong membersihkan abu vulkanik di luar rumah bersama para tetangga.
“Ayah, di dalam rumah kita juga ada abu vulkanik,” kata Riko pada Ayahnya.
“Nanti Ayah bersama Pamanmu akan membersihkannya, Nak. Enam tahun lalu, ketika kamu masih berusia tiga tahun, rumah kita juga tertutup abu lebih tebal dari sekarang ini. Waktu itu Ibumu masih ada, Nak,” kata Ayah. Ah, Riko jadi teringat Ibunya yang sudah meninggal beberapa tahun lalu. “Semoga Ibu tenang di sana,” gumam Riko.
Ayah mengambil vacuum cleaner, satu ember besar air, dan kain untuk membersihkan perabotan rumah, seperti meja, kursi, dan almari.
“Ayah, Riko bantu, ya?”
“Boleh. Tapi, nanti kamu bantu mengepel lantai saja, saat abu vulkanik tinggal sedikit, dengan tetap memakai masker dan kacamata itu.”
“Iya, Ayah. Riko juga pernah membaca artikel bahwa abu vulkanik tidak baik untuk saluran pernapasan dan mata. Apalagi untuk anak-anak. Makanya, Riko akan berhati-hati.”
Setelah perabotan dan lantai dibersihkan dan abu vulkanik telah dimasukkan ke dalam kantong, kini, saatnya mengepel lantai. Riko mendapat tugas mengepel lantai kamarnya sendiri.
Akhirnya, seluruh isi rumah bersih kembali. Ayah dan Paman duduk di lantai ruang tengah rumah karena lelah. Riko ikut bergabung, setelah sempat keluar dari rumah sebentar.
“Ayah, Paman, ayo kita minum dulu!” seru Riko.
Ayah dan Paman terpana melihat Riko yang membawa tiga botol air mineral. Rupanya barusan Riko menuju bus bantuan untuk mengambil jatah minuman bagi para pengungsi untuk diberikan pada Ayah dan Pamannya, juga dirinya sendiri.
Ayah tersenyum bangga pada Riko. “Terima kasih, Nak. Kamu memang pahlawan kecil Ayah.”
Riko tersenyum senang. Ia memang sejak kecil sudah dilatih ayahnya untuk selalu peduli, suka menolong, dan tanggap terhadap sesama. *
Penulis: Rizkia Hety Netarahim
Pendongeng: Paman Gery (IG: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita