Pertempuran Normandia pada Perang Dunia II akan dikenang sebagai salah satu pertempuran paling hebat dan mematikan. Misi dengan nama sandi “Operation Overlord” itu merupakan pendaratan besar-besaran pasukan Sekutu di kawasan Eropa Barat yang dikuasai Jerman, tepatnya di Pantai Normandia, Perancis.

Pendaratan yang dikenal sebagai “Operation Neptune” atau D-Day itu merupakan yang terbesar sepanjang sejarah, melibatkan 5.000 kapal yang didahului 1.200 pesawat tempur. Sekitar 160 ribu pasukan Sekutu menyeberangi Selat Inggris pada 6 Juni 1944 yang memulai upaya pembebasan kawasan yang dikuasai Jerman.

Kisah pada film Overlord ini mengambil setting sebelum peristiwa besar tersebut. Sebuah pasukan mendapat tugas terjun di belakang garis pertahanan musuh untuk menghancurkan menara radio Jerman yang menempati sebuah gereja tua. Sayangnya, sebelum mencapai target, pesawat telah dibombardir musuh dan ditembak jatuh. Hanya tersisa lima orang yang selamat: Kopral Ford (Wyatt Russell), Prajurit Boyce (Jovan Adepo), Tibbet (John Magaro), Chase, dan Dawson

Belakangan, Dawson pun tewas terkena ranjau sehingga Ford dan ketiga rekannya yang tersisa harus berjuang untuk menunaikan misi. Dalam perjalanan menuju desa tempat lokasi menara, mereka bertemu dengan seorang perempuan bernama Chloe (Mathilde Ollivier). Dengan bantuan Chloe, mereka berhasil mencapai desa dan menyusun strategi untuk melumpuhkan menara.

Tanpa disengaja, Boyce, berhasil menyelinap ke dalam gereja. Ternyata, di dalam markas tersebut tidak hanya terdapat fasilitas radio, tetapi juga ruang eksperimen rahasia Nazi. Boyce pun kembali kepada rekan-rekannya untuk menyusun langkah selanjutnya. Kali ini, mereka juga harus berhadapan dengan hasil eksperimen rahasia Nazi tersebut. Mampukah Ford, Boyce, dan prajurit-prajurit yang tersisa melumpuhkan menara radio sebelum tenggat D-Day untuk mengamankan pendaratan pasukan Sekutu? Bagaimana pula dengan eksperimen rahasia Nazi tersebut?

Sebagai film perang, Overlord tidak terlalu banyak mengekspos adegan pertempuran. Justru, yang ingin diangkat pada film ini adalah sisi lain yang lebih kelam, yaitu eksperimen terhadap manusia. Cara apa pun akan ditempuh untuk tujuan memenangkan peperangan.

Peperangan sudah menjadi tragedi kemanusiaan, tetapi adanya eksperimen terhadap manusia semakin menambah mimpi buruk dan horor dari peperangan. Terlebih lagi, hal itu disaksikan dari kacamata Boyce, prajurit remaja yang tiga bulan sebelumnya masih duduk-duduk di halaman rumahnya yang damai. Bahkan, untuk membunuh binatang saja, ia tak tega. Namun, kini ia terlempar ke medan peperangan dengan segala kengeriannya.

Bagi penggemar film perang, Overlord cukup menjanjikan. Meski tak banyak menampilkan adegan pertempuran, kisah yang diangkat pada film ini memberi warna lain yang tak kalah menarik. Simak bagaimana kecerdikan Ford dan rekan-rekannya untuk menembus penjagaan musuh sehingga dapat masuk ke dalam markas mereka. Simak pula karakter antagonis Kapten SS Nazi Wafner yang bengis dan tak kenal ampun. Semuanya menjadi racikan klasik film perang berlatar Perang Dunia II.

Hanya, mungkin terdapat beberapa kebetulan yang terlalu berlebihan. Misalnya, pertemuan dengan Chloe di tengah hutan atau Boyce bisa masuk ke dalam markas Jerman tanpa ketahuan. Namun, secara keseluruhan, film ini tetap menarik dan menyenangkan untuk ditonton. [*/ACA]