Cinta bersemi tak kenal tempat dan waktu. Justru pada saat Charlotte Field (Charlize Theron) mendapatkan peluang terbaik untuk menjadi perempuan presiden pertama di AS, dia bertemu dengan Fred Flarsky (Seth Rogen), seseorang dari masa kecilnya. Itulah gambaran dari film Long Shot (2019).
Charlotte adalah sosok perempuan tanpa cela. Ia cantik, ambisius, dan memiliki karier politik cemerlang. Pada usia yang terbilang masih muda, ia sudah menduduki posisi sekretaris negara. Tinggal menunggu waktu untuk mencalonkan diri sebagai orang nomor satu di negara adidaya itu.
Kesempatan muncul tak terduga. Presiden Chambers (Bob Odenkirk) berniat melanjutkan passionnya di bidang film sehingga membuka jalan bagi Charlotte untuk memulai langkah menjadi capres berikutnya. Dukungan Chambers akan memuluskan langkahnya.
Charlotte pun membentuk tim yang antara lain terdiri dari Maggie (June Diane Raphael) dan Tom (Ravi Patel). Satu lagi yang dibutuhkan tim adalah seorang penulis naskah pidato yang dapat membuat pidato-pidato Charlotte lebih segar dan menarik.
Pada saat yang sama, Fred, yang seorang jurnalis idealis, kehilangan pekerjaan. Ia memilih keluar setelah tahu media tempatnya bekerja dibeli Parker Wembley (Andy Serkis), raja media yang pandangannya berbeda dengan nurani Fred.
Luntang-lantung tanpa kerjaan, Fred tanpa sengaja bertemu dengan Charlotte. Fred segera mengenali Charlotte sebagai cinta pertamanya. Dapat ditebak, Charlotte akhirnya memilih Fred sebagai penulis naskah pidato meski ditentang keras oleh Maggie.
Film pun berlanjut dengan kisah cinta di tengah pusaran politik dan kepentingan. Akankah cinta Charlotte dan Fred menemukan jalannya? Bagaimana pula dengan ambisi Charlotte untuk menjadi presiden AS?
Baca juga : Review Film After (2019)
Komedi situasi
Pada dasarnya, Long Shot ini adalah film komedi. Namun, humor atau kelucuan timbul dari situasi-situasi yang tidak biasa, tanpa para aktornya berusaha untuk melucu.
Fred bisa jadi salah satu sumber kelucuan utama film ini. Sikapnya yang keras kepala dan tidak mau berkompromi sering menimbulkan masalah di lingkungan politisi yang harus luwes dan “jaim”. Tak heran, ia selalu bentrok dengan Maggie yang merasa bertanggung jawab menjaga citra Charlotte.
Ada saja masalah yang ditimbulkan Fred, mulai dari selera humor yang menjurus porno hingga penampilan yang kumuh. Ia kesulitan untuk masuk ke dalam lingkungan formal yang penuh basa-basi.
Sementara itu, film ini juga menggambarkan, di balik sosoknya yang nyaris tanpa cela, ternyata harus dibayar mahal oleh Charlotte. Ia selalu kurang tidur dan tidak bebas untuk melakukan hal-hal yang ia sukai. Ia, misalnya, harus tidur sambil berdiri saat dalam perjalanan panjang naik pesawat terbang. Lain waktu, ia harus sembunyi-sembunyi menyantap hidangan di tengah pesta, sampai harus dibantu oleh para asistennya.
Awalnya, film ini terasa menjanjikan. Karakter Charlotte dan Fred bagaikan langit dan bumi, nyaris mustahil jalan seiring. Penonton pun bersiap menantikan konflik yang rumit dan mengundang tanya.
Namun, sayangnya kemudian film berlanjut menjadi kisah cinta “biasa”. Sosok Charlotte yang tadinya begitu kukuh dan kuat mendadak jadi begitu mudah terpengaruh oleh Fred.
Tidak terlalu banyak yang bisa diharapkan dari sebuah komedi romantis. Namun, sebagai tontonan, Long Shot cukup menghibur walaupun tidak menghadirkan kejutan yang terlalu berarti.