Apa jadinya jika boneka yang mestinya hadir untuk jadi teman bermain malah berubah menjadi teror yang mengerikan? Kisah itulah yang hendak disampaikan Child’s Play, sebuah remake dari film bertajuk serupa yang sukses pada 1988.
Dikisahkan, perusahaan multinasional Kaslan Corporation meluncurkan boneka canggih yang merupakan terobosan dalam dunia mainan. Boneka yang dinamakan Buddi itu memiliki kecerdasan buatan yang membuatnya mampu belajar dari apa yang dilihat.
Sementara itu, Karen Barclay (Aubrey Plaza) dan anaknya, Andy (Gabriel Bateman), yang memiliki gangguan pendengaran baru saja pindah ke sebuah apartemen. Karen mendorong Andy untuk mencari teman di lingkungan barunya. Untuk membesarkan hati Andy, Karen memberinya hadiah ulang tahun lebih awal berupa boneka Buddi.
Meski semula kurang antusias, toh Andy mencoba menjajal Buddi—yang kemudian menamakan dirinya sendiri Chucky (suara diisi oleh Mark Hamill). Belakangan, Chucky mempelajari hal-hal yang tidak semestinya dan berubah menjadi teror bagi Andy dan orang-orang di sekitarnya.
Modern
Sebuah film remake mau tak mau membuat penonton akan selalu membandingkan dengan film aslinya. Berbeda dengan pendahulunya, yang menjelma menjadi sosok menakutkan karena mantra vodoo, Chucky “milenial” ini terjadi akibat kegagalan teknologi.
Hal ini menjadi penyegaran gagasan untuk menyesuaikan dengan kondisi kekinian yang lebih modern dan canggih. Penonton zaman sekarang tentu lebih familier dengan kecerdasan buatan dan teknologi daring ketimbang ritual mistis yang tak masuk akal.
Tentang kemampuan belajar dari apa yang dilihat, sutradara Lars Klevberg mengakui, ia mengambil inspirasi dari ET, film makhluk luar angkasa yang populer pada dekade 1980-an. Bahkan, bukan hanya kemampuan belajarnya yang diadopsi Klevberg. Ujung telunjuk Chucky digambarkan berpendar saat melakukan sesuatu. Penggemar film ET tentu akrab dengan hal ini.
Lalu, inti kecerdasan Chucky terdapat pada komponen berbentuk bulat yang ditaruh dalam dada. Mau tak mau, hal ini mengingatkan pada Iron Man, karakter lain yang sangat populer di kalangan milenial berkat film-film Marvel Cinematic Universe.
Mengundang tanya
Di satu sisi, gagasan membuat Chucky tampil lebih modern menjadi hal baru yang menyegarkan cerita lama ini. Ia menghadirkan logika cerita yang masuk akal, tetapi pada saat yang sama juga mengundang pertanyaan yang lebih besar.
Bagaimana bisa boneka tersebut menjadi sensitif dan berusaha mencari perhatian ketika diabaikan. Secerdas dan secanggih apa pun sebuah boneka, tentu saja ia tidak memiliki perasaan. Apalagi merasa kesepian dan terus-menerus ingin mengajak bermain.
Menjadi kurang masuk akal dan sulit pula membayangkan sebuah boneka yang jauh lebih kecil melakukan kekerasan pada manusia yang bertubuh jauh lebih besar. Dalam hal ini, kok rasanya lebih “masuk akal” apabila hal-hal demikian dilakukan oleh boneka yang kerasukan.
Dari sisi cerita, drama keluarga tentang orang tua tunggal yang membesarkan anak berkebutuhan khusus tak terlalu banyak terungkap. Kehadiran pacar Karen yang tidak cocok dengan Andy juga terasa seperti tempelan yang kurang berkontribusi pada seluruh cerita.
Sebenarnya film ini punya potensi untuk digarap menjadi lebih menarik. Namun, si pembuat cerita terkesan menggampangkan dan ingin terburu-buru pindah dari satu kejadian ke kejadian lain sehingga meninggalkan banyak lubang cerita yang menjadi pertanyaan di benak penonton.
Apabila Anda tidak terlalu mementingkan logika cerita dan hal-hal demikian, film ini cukup menarik untuk ditonton. Namun, jangan berharap terlalu banyak.