Gara-gara Pantai Plengkung, yang terletak di area Taman Nasional Alas Purwo, nama Banyuwangi, Jawa Timur, dengan segera merangsek dalam daftar destinasi wisata di dunia. Utamanya para peselancar yang selalu haus menaklukkan ombak. Di Plengkung atau yang juga disebut G-Land, dahaga itu pun terpuaskan.
Gulungan ombak di Plengkung dianggap ideal bagi para peselancar profesional sehingga kerap menjadi arena kompetisi selancar angin profesional. Para peselancar dari berbagai penjuru dunia lebih dulu menjadikannya tempat berlabuh sebelum akhirnya traveling juga merambah menjadi bagian dari gaya hidup anak muda Indonesia. Menyingkap satu demi satu sudut wajah Banyuwangi dan terus menambah tempat destinasi baru di tempat yang dulunya tak lebih dianggap sebagai tempat transit dari Jawa ke Bali.
Selalu ada kisah petualangan di balik setiap perjalanan menuju obyek wisata di Banyuwangi. Tak heran jika kota ini masuk dalam bucket list idaman para traveler. Khususnya mereka yang menyukai destinasi ekowisata dengan perjalanan penuh tantangan dan membetik adrenalin. Meski kerap membutuhkan perjalanan darat yang panjang dan berjalan kaki jauh hingga berpeluh, semua akan terbayarkan setelah melihat pemandangan alam cantik di depan mata.
Wujud kecantikan yang ingin disimak pun bisa dipilih. Pemandangan api biru di danau belerang Kawah Ijen seolah melompati waktu dan ruang di Taman Nasional Alas Purwo dan Baluran. Ini menyerupai potret suasana di Afrika dengan pemandangan gurun lapangan luas dan hewan-hewan liar berkeliaran. Atau sekadar menyatu dengan alam di berbagai pantai yang tersebar di sepanjang pesisir selatan Banyuwangi.
Termasuk di antaranya Pulau Merah yang terletak di Kecamatan Pesanggaran. Ia menjadi tempat berlabuh bagi para peselancar pemula dengan ketinggian ombak sekitar dua meter dan memiliki pemandangan matahari terbenam yang cantik. Sementara bentangan tebing setinggi 200 meter di hadapan pantai disebut-sebut mirip pantai di Brasil.
Mengunjungi Pulau Merah pun menjadi sebuah alternatif jika menuju Taman Nasional Meru Betiri berhubung posisinya yang masih searah jika dari pusat kota Banyuwangi. Taman Nasional Meru Betiri, yang terkenal sebagai tempat penangkaran penyu, kini juga memiliki idola baru, yakni Teluk Hijau yang tersembunyi di balik tebing tinggi tak jauh dari Pantai Rajegwesi.
Belum dua tahun dibuka untuk umum, Teluk Hijau bisa diakses langsung dari Pantai Rajegwesi dengan menyewa perahu seharga Rp 35 ribu per orang (PP). Namun, lebih seru melalui jalur darat. Pengunjung wajib menggunakan kendaraan tipe 4WD jika menelusuri taman nasional ini berhubung medan yang terjal dan berbatu. Kendaraan bisa masuk hingga titik terakhir jalur kendaraan menuju Teluk Hijau. Lalu, perjalanan dilanjutkan berjalan kaki.
“Lurus ikuti jalan, nanti ambil haluan ke barat,†demikian saran yang dititipkan. Perjalanan pun berganti dengan jalan setapak masuk hutan, meniti jalanan curam di antara batu karang dan akar-akar pohon yang menjalar ke setiap sudut.
Hingga akhirnya tiba di tepi pantai berbatu yang mengarah ke sebuah tebing dengan celah mungil, Teluk Hijau pun di depan mata. Disambut sapaan angin laut dari balik tebing tinggi yang memeluk teluk dan tampilan warna hijau segar air laut yang berpadu apik dengan pasir putih sepanjang pantai.
Banyak cerita menanti di kota ini. Pastikan sediakan waktu cukup jika ingin menikmati beberapa titik sekaligus, berhubung membutuhkan waktu tempuh yang tak sedikit untuk menikmati satu eksotisme ke eksotisme Banyuwangi yang lain. [ADT]
Klasikamus:
Ekowisata: istilah ini mulai diperkenalkan pada 1983 untuk merujuk perjalanan berwawasan lingkungan yang kian digalakkan oleh para aktivis lingkungan di era 1980-an.
noted: relung sisi banyuwangi
foto: cecilia gandes