Teman sebangkunya itu hanya tersenyum. Sesekali ia melirik rautan pensil baru Nala. Rautan pensil itu terbuat dari kayu dan berwarna kuning gading. Bentuknya seperti sepatu balet dengan penutup kaca di atasnya.
Ah, memang cantik sekali. Afina jadi ingin memilikinya juga.
Bel tanda pulang sekolah berdentang di SDN Sudirman, Kota Makassar. Afina dan Nala cepat-cepat membereskan peralatan sekolah mereka.
“Aku pulang duluan, ya,” kata Nala.
Afina mengangguk. Ia tengah mengumpulkan buku-bukunya. Kepalanya menengok ke dalam laci meja. Sesudah memastikan tak ada barang tertinggal, ia menyandang tas ranselnya.
Namun, tatapan matanya tiba-tiba terhenti pada rautan pensil yang tergeletak di kaki kursi Nala.
“Itu kan rautan pensil Nala,” gumam Afina sambil memungutnya dan memasukkan benda mungil itu ke dalam saku roknya.
Sambil menunggu Mama menjemputnya, Afina mengeluarkan rautan pensil itu dan menimang-nimangnya di tangan. Senyum di wajahnya mengembang. Kini, ia punya kesempatan memiliki rautan pensil itu! Apalagi, Nala sepertinya tak menyadari kalau rautan pensil itu terjatuh di bawah kursinya.
Tapi… Afina berpikir sejenak. Ia teringat pesan Mama untuk selalu mengembalikan barang yang bukan miliknya. Terbayang juga wajah Nala yang kebingungan mencari rautan pensilnya. Apalagi, itu hadiah dari Pamannya. Afina kian bimbang.
“Ini milik Nala. Aku harus mengembalikannya,” gumam Afina.
Beberapa menit kemudian, Mama tiba. Di dalam mobil Afina lalu menceritakan tentang rautan pensil Nala itu pada Mama.
“Wah! Mama bangga karena kamu memilih untuk jujur. Kalau begitu, sekarang kita ke rumah Nala untuk mengembalikan rautan pensilnya, ya,” kata Mamanya.
Afina mengangguk mantap.
Setibanya di rumah Nala, Afina segera mengeluarkan rautan pensil Nala dari saku roknya. Ia menyodorkannya pada Nala.
“Nala, ini rautan pensilmu tertinggal di kelas,” ucap Afina.
“Terima kasih banyak ya, Afina. Aku sudah mencarinya ke mana-mana tapi tidak ketemu. Ternyata ketinggalan di kelas,” ujar Nala.
“Aku menemukannya di bawah kursimu. Kamu simpan baik-baik, ya. Aku pulang dulu,” pamit Afina.
“Iya. Hati-hati di jalan, ya,” balas Nala.
Hati Afina sungguh lega. Ia memang ingin memiliki rautan pensil seperti milik Nala, tapi ia tahu kalau rautan pensil itu bukanlah miliknya. Sudah seharusnya ia mengembalikannya pada pemiliknya. Afina pulang ke rumah dengan hati senang. ia percaya Tuhan akan selalu menyayangi anak-anak yang jujur. *
Penulis: Iliana Loelianto
Pendongeng: Kang Acep (Facebook: Acep Yonny)
Ilustrasi: Regina Primalita