Cakra bersiap-siap melepaskan sabuk pengamannya. Pesawat yang membawanya dari Jakarta sudah mendarat di Bandara Juanda, Surabaya, dengan selamat. Ia dan seluruh keluarganya akan berlibur melihat Gunung Bromo.
“Siap melakukan perjalanan jauh, Nak?” tanya Ayah.
“Tentu siap, Ayah! Kita akan menginap di mana, Ayah?” tanya Cakra penasaran.
“Di daerah Sukapura, Probolinggo. Kita nanti diantar pemandu wisata ke sana,” jawab Ayah.
Cakra sudah tidak sabar ingin melihat keindahan Gunung Bromo bersama ayah-ibunya dan Bintang, adiknya. Setelah menempuh perjalanan 3 jam dari bandara, mereka sampai ke penginapan.
“Segar sekali udaranya. Dingin dan sejuk. Berbeda dari Jakarta,” teriak Bintang senang.
“Nanti Cakra dan Bintang harus tidur sebelum pukul 8 malam, ya. Kita harus berangkat sangat pagi untuk melihat sunrise Bromo!” kata ibu.
Benar saja. Cakra dan keluarganya sudah berangkat untuk melihat sunrise sekitar pukul 01.00. Mereka naik mobil khusus untuk menuju ke lokasi. Ketika sampai, banyak wisatawan sudah berkumpul di sana.
“Wah, mulai ada sinar terlihat. Warnanya keemasan. Cantik sekali!” seru Cakra takjub. Semua wisatawan bersorak gembira melihat cahaya emas yang indah.
“Wow, lihat, Kak! Ada asap bergerak di awan-awan itu. Kita seperti piknik ke negeri awan!” ujar Bintang takjub. Lautan awan gunung berwarna putih terlihat sangat unik.
“Setelah ini, kita melihat Kawah Bromo dan Pasir Berbisik. Seru juga lho!” kata Ayah.
Cakra dan Bintang terkagum-kagum melihat kaldera di kawah Bromo. Mereka juga senang melihat lautan pasir. Rasanya seperti berjalan-jalan ke bulan. Apalagi pasir tersebut terdengar seperti orang berbisik jika terkena angin.
“Mengapa penduduk Bromo memilih tinggal di gunung berapi aktif, Ayah?” tanya Cakra penasaran.
“Gunung Bromo itu subur sekali berkat abu vulkanik. Suku Tengger yang hidup di daerah ini bisa menanam apa saja,” jawab Ayah.
“Suku Tengger juga rajin menanam bunga edelweis. Edelweis dikenal sebagai bunga abadi. Jumlahnya makin sedikit, jadi harus dijaga kelestariannya,” kata Ibu.
Cakra dan Bintang juga diajak melihat Bukit Teletubbies. Bukit ini hijau sekali. Sungguh padang rumput yang indah.
“Tahun 2018 lalu, Bukit Teletubbies sempat terbakar karena ada yang membuang puntung rokok sembarang. Untung, perlahan bukit ini mulai hijau kembali,” kata Ibu.
Cakra dan Bintang terdiam. Mereka prihatin mendengarkan cerita ibu karena ternyata masih ada saja orang yang ceroboh hingga sampai merusak lingkungan.
“Oleh karena itu, kita harus selalu menjaga dan merawat keindahan alam Indonesia ini. Jika bukan anak bangsa, siapa lagi?” kata Ayah kemudian. Cakra dan Bintang pun mengangguk.*
Penulis: Jessica Valentina
Pendongeng: Kang Acep (yt: acep_yonny)
Ilustrasi: Regina Primalita