Di ruas Jalan A Yani, Medan, gaya bangunan tersebut terlihat berbeda dibandingkan yang ada di sekitarnya. Bergaya China, Melayu, dan art deco, rumah dua lantai tersebut dulunya adalah kediaman Tjong A Fie, saudagar perkebunan Tanah Deli yang meski hidup dengan gelimang harta, sikap dermawan dan kepedulian sosialnya patut diacungi jempol.
Mengutip harian Kompas edisi 9 Oktober 2016, keterbukaan Tjong A Fie terhadap sosial dan budaya tecermin, di antaranya dari fisik bangunan rumah tersebut. Konsep yin-yang dan prinsip feng shui diterapkan dengan baik. Udara mengalir leluasa lewat jendela dan ruang terbuka serta sinar matahari menghangatkan sudut-sudut rumah.
Cagar budaya
Berdiri di atas lahan seluas sekitar 1 hektar, rumah yang sering disebut Tjong A Fie Mansion ini dibangun pada 1895 dan selesai pada 1900. Rumah ini bisa dibilang mewakili kesuksesan yang diraih Tjong A Fie. Salah satunya karena sebagian dari tiang-tiang rumah dan kayunya berasal dari Inggris. Sementara itu, lantai keramiknya didatangkan dari Italia.
Selain peninggalan yang terawat dengan baik, di tempat ini pula kita bisa melihat foto-foto yang bercerita tentang kedermawanan sosok yang pada masa pemerintahan Hindia-Belanda pernah ditunjuk menjadi Majoor der Chinezen.
Salah satu foto yang dimaksud adalah yang menunjukkan kerumunan orang yang kurang mampu di halaman rumah Tjong A Fie. Di sana, mereka menunggu pembagian bahan makanan. Dikisahkan, pengusaha ini melakukan hal tersebut setiap bulan puasa.
Bertandang ke Tjong A Fie Mansion, pengunjung akan ditemani seorang pemandu, yang dengan fasih akan menjelaskan sejarah serta bagian dari rumah tersebut. Setiap ruangan, berikut perabot dan hiasan masih asli seperti dulu.
Sebut saja ruang penerima tamu yang dibagi tiga, yakni ruang depan–tengah, kiri, dan kanan. Ruang tengah digunakan untuk menerima tamu umum, ruang di sebelah kiri dan kanan masing-masing untuk tamu dari masyarakat Tionghoa dan tamu Sultan Deli dan keluarganya.
Hal yang menarik, perabot di setiap ruangan tersebut menyesuaikan dengan kebudayaan sang tamu. Di ruang China, pernak-perniknya berasal dari China, sedangkan di ruang Melayu, pernak-perniknya bernuansa Melayu.
Sementara itu, lantai dua rumah yang ditetapkan menjadi cagar budaya oleh Pemerintah Kota Medan pada tahun 2010 tersebut dijadikan tempat untuk menggelar pesta bagi para tamu. Dikelilingi jendela-jendela yang besar, dari sinilah pengunjung bisa melihat halaman di sekeliling rumah.
Semasa hidupnya, Tjong A Fie yang asli dari China dan datang pertama kali ke Medan pada tahun 1880 ini banyak mengukir kisah kedermawanan. Selain sumbangan kepada mereka yang membutuhkan, ia banyak membangun fasilitas.
Sebut saja Masjid Gang Bengkok, yang disebut-sebut sebagai salah satu masjid tertua di Kota Medan sekaligus menjadi simbol kerukunan di Medan. [ASP]
Foto-foto Iklan Kompas/Antonius SP.
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 8 Agustus 2017