Sabtu pagi itu (17/6), anak-anak yang berkunjung ke Rumah Sains Ilma di Pamulang menjumpai banyak keajaiban. Pada momen-momen tertentu, mereka bahkan menjelma jadi tukang sulap yang memainkan trik-trik ajaib itu.
Keajaiban pertama tercipta dari segelas air dan beberapa utas tali. Anak-anak itu diminta menaruh segelas air pada rangkaian tali yang bagian bawahnya sudah diberi papan kecil sehingga permukaannya datar. Bagian ujung tali digenggam dengan satu tangan. Tangan itu menjadi poros untuk membuat tali bergerak dengan cepat membentuk lingkaran. Ketika melakukannya dengan benar, anak-anak itu takjub mendapati gelas tidak jatuh dan air tidak tumpah.
Setelah itu, anak-anak dibuat terpukau dengan “sulap air ajaib”. Empat orang anak memegang masing-masing gelas berisi cairan. Isi gelas pertama berwarna serupa teh, gelas kedua dan ketiga putih bening, dan gelas keempat berisi cairan seperti susu. Ketika isi gelas pertama dituangkan ke gelas kedua, cairan pada gelas kedua tidak berubah warna, seolah tidak terpengaruh warna cokelat teh.
Setelah itu, isi gelas kedua yang putih bening dituang ke gelas ketiga yang sama warnanya. Namun, warna cairan pada gelas ketiga berubah menjadi seperti warna teh. Ketika isi gelas ketiga dituang ke gelas keempat, warna cairan berubah menjadi biru keruh.
Fina Dewi, fasilitator Rumah Sains Ilma yang mendampingi anak-anak tersebut, memberikan penjelasan untuk kedua permainan itu. Permainan pertama memanfaatkan gaya sentripetal, gaya yang mengarah ke pusat putaran. Gaya inilah yang menjaga air berada pada wadahnya. Prinsip ini digunakan juga pada wahana putar seperti roller coaster.
Untuk permainan kedua, Fina kembali memberi penjelasan. “Gelas yang pertama ini isinya bukan teh, tapi air yang dicampur dengan obat luka, yang mengandung povidone-iodine. Gelas kedua berisi larutan yang sifatnya basa, biasanya seperti soda kue, air sabun… Yang kakak pakai ini natrium metasilikat. Karena sifat basanya kuat, cairan ini mampu mengikat obat luka. Nah, kenapa ketika dituang ke gelas ketiga warnanya jadi seperti teh lagi? Karena yang ketiga ini larutan asam, kakak pakai asam sitrat. Biasanya yang asam-asam apa sih?” tanya Fina kepada anak-anak itu. “Sayur asam!” tukas Ghinan, seorang anak, disambut dengan tawa yang lain.
Fina melanjutkan dengan contoh larutan asam, misalnya cuka dan air lemon. Sementara itu, gelas keempat berisi tepung tapioka. “Jadi kita bisa membuat sulap dengan sains!” tutur Fina.
Sabtu itu menjadi hari yang menyenangkan bagi anak-anak dan fasilitator karena di Rumah Sains Ilma sedang ada program liburan, program khusus yang dibuat Rumah Sains Ilma untuk mengisi waktu liburan anak-anak dengan kegiatan sains yang seru. Selain melakukan gim sains seperti di atas, mereka juga diajak membuat mainan dengan prinsip sains.
Fasilitator mendampingi anak-anak membuat kura-kura bertenaga karet, pop gun, ubur-ubur selam, dan baling-baling lontar. Kura-kura yang terbuat dari botol dan tutup botol plastik bisa bergerak maju ketika kita menarik pemberat yang menyebabkan karet terpilih. Pop gun adalah mainan senapan dengan sumbat tutup botol plastik yang memanfaatkan tekanan udara untuk meluncurkan sumbat.
Ubur-ubur selam yang menggunakan bahan utama botol plastik, botol kaca kecil, dan balon menunjukkan kepada anak-anak prinsip kerja kapal selam. Kapal selam memompa air ke dalam kapal ketika akan menyelam dan memompa air keluar ketika naik ke permukaan. Sementara itu, baling-baling dimainkan dengan diluncurkan ke atas, untuk kemudian turun dengan gerakan berputar-putar. Permainan ini memanfaatkan dua gaya, yaitu gaya gesek yang menahan baling-baling di udara dan gaya gravitasi yang menarik baling-baling ke bawah.
Akrabkan sejak dini
Sudah sejak 2003 Rumah Sains Ilma menemani anak-anak, dan bahkan guru, mengeksplorasi sains dengan cara yang lebih menyenangkan. Embrionya dari kegiatan pasangan Eva Nurnisya dan Muzi ketika mendampingi anaknya belajar IPA.
“Di sekolah, sering kali pelajaran sains dipandang sebagai sesuatu yang serius, sehingga kita merasa sains begitu berjarak atau membosankan. Kami mencoba mengenalkannya kepada anak dengan cara sesimpel mungkin, dengan benda yang bisa diperoleh di sekitar,” cerita Eva yang mengenyam pendidikan tinggi di bidang teknologi pangan ini, Sabtu (17/6).
Saat ini, Ilma memiliki banyak kegiatan, antara lain Weekend Science setiap Sabtu; program liburan pada setiap akhir semester, yang diadakan Juni–Juli dan Desember; mendampingi intrakurikuler dan ekstrakurikuler sains di sekolah-sekolah; dan pelatihan guru. Dengan begitu, sains yang menyenangkan bisa menjadi sesuatu yang akrab dengan lebih banyak orang.
“Pengajaran sains tidak hanya untuk mencetak ilmuwan, tetapi juga membantu berpikir logis dan runut. Anak-anak perlu kenal sejak dini agar mereka senang dulu dan ketika dewasa tidak ada hambatan psikologis untuk memahami pelajaran-pelajaran sains,” tutur Eva.
Rumah Sains Ilma juga membuat beragam kit sains untuk eksperimen di dalam Ilma maupun dijual kembali. Istimewanya, sebagian besarnya menggunakan benda-benda sekitar yang bekas atau mudah didapat, seperti botol plastik, kertas bekas, karet gelang, potongan stik es krim, atau klip kertas.
Ilma membuka jalan bagi anak-anak untuk bertualang dalam rasa ingin tahu. Menjelajah dunia sains, untuk kemudian menemukan, bahkan menciptakan keajaiban versi mereka sendiri. [NOV]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 29 Juni 2017