Dalam masa Perang Dingin, 1947-1991, kubu Barat dan Timur menjadi amat kreatif menciptakan teknologi-teknologi modern. Mereka saling unjuk kekuatan melalui persenjataan, ekspedisi luar angkasa, sampai kendaraan-kendaraan supercepat. Salah satunya, pesawat supersonik.

Masyarakat penerbangan sipil tak ketinggalan mendapat “kado” dari perang urat syaraf ini, yakni pesawat terbang supersonik atau pesawat yang kecepatannya melebihi kecepatan suara.

Pada 31 September 1968, sambil menepuk dada Soviet menerbangkan pesawat supersonik Tupolev Tu-144. Nama pesawat ini diambil dari nama pimpinan desainernya, Alexei Tupolev. Tu-144 dirancang terbang secepat mach 2,0, meski pada suatu percobaan, dia berhasil mencapai kecepatan mach 2,3.

Aksi gagah-gagahan Soviet ini kontan membuat sekutu AS, Inggris dan Perancis, naik pitam. Mereka menuduh Soviet dengan dinas intelijennya, KGB, memata-matai proyek pesawat supersonik Concorde yang merepresentasikan kekuatan Barat. Apalagi, penerbangan perdana Tu-144 dilakukan hanya dua bulan sebelum Concorde mengudara pertama kali.

Barat pun mengabarkan, KGB mencuri cetak biru Concorde yang kemudian digarap secepat kilat. Akibatnya, kata Barat, Tu-144 jauh dari sempurna dibanding Concorde. Lajunya lebih lambat, keamanannya pas-pasan, jarak jelajahnya pendek, dan memberikan sejumlah masalah kepada penerbangnya.

Pesawat TU-144. SHUTTERSTOCK/NORDRODEN

Tu-144 dibuat untuk memenuhi kebutuhan maskapai Aeroflot dalam menyediakan penerbangan berkecepatan tinggi. Oleh sebab itu, kapasitas penumpang yang bisa diangkut Tu-144 dirancang sebanyak 140 orang. Pada 1977, Tu-144 melakukan penerbangan komersial hanya selama tujuh bulan dan pada 1 Juni 1978, pesawat ini melakukan penerbangan terakhir. Kecelakaan fatal yang terjadi pada sekitar tahun tersebut, memaksa Soviet menghentikan proyek mercu suar ini.

Tu-144 adalah satu-satunya pesaing supersonik Concorde. Pada 21 Januari 1976, Concorde melakukan penerbangan pertama untuk melayani rute komersial. Satu pesawat Concorde terbang dari Bandara Heathrow, London, dan satu lagi lepas landas dari Bandara Orly, Paris.

Concorde dirancang mampu melesat mach 2,04 dengan ketinggian jelajah mencapai 60 ribu kaki. Sayapnya berbentuk delta dengan mesin yang dilengkapi jet afterburner. Rancangan Concorde sudah dibuat pada 1950-an.

Masyarakat Eropa banyak yang memprotes dampak lingkungan yang disebabkan penerbangan Concorde. Setidaknya, raungan mesinnya menciptakan polusi suara. Penerbangan Concorde pun akhirnya hanya diizinkan untuk rute transatlantik, London-Paris-New York.

Pada Juli 2000, Concorde milik maskapai Air France jatuh selepas takeoff dari Paris. Seluruh penumpangnya yang berjumlah 109 orang tewas, ditambah empat korban di darat. Pada 24 Oktober 2003 menjadi penerbangan komersial terakhir bagi Concorde. Ia pun kemudian dipensiunkan.

Baca juga: 95 Persen Pesawat Komersial Menggunakan Ban Rekondisi