Waktu beranjak siang. Matahari mulai bersinar terik. Petani dan Kibo beristirahat di bawah pohon trembesi yang rindang. Rasa gatal di punggung Kibo semakin menjadi. Badan Kibo juga terasa pegal-pegal setelah membajak sawah. Kibo mendekati pohon dan menggesek-gesekkan badannya ke batang pohon.
“Hai, apakah engkau akan merobohkan pohon tempat tinggalku ini? Aku merasa terganggu dengan ulahmu,” teriak Babang si bangau yang sedang beristirahat di atas pohon.
“Oh, maaf, kawan. Aku tidak tahu kalau kamu tinggal di atas pohon ini. Aku sedang menggaruk tubuhku yang gatal-gatal penuh kutu,” jawab Kibo sembari berhenti menggesek-gesekkan tubuhnya ke batang pohon.
“Bolehkah aku naik ke punggungmu? Aku ingin memastikan apakah tubuhmu memang penuh dengan kutu atau tidak,” tanya Babang.
“Silakan kawan, kalau kamu tidak percaya,” jawab Kibo.
Babang segera terbang ke atas punggung Kibo.
“Oh, iya, namaku Babang. Siapa namamu? Ternyata, kutu-kutu di tubuhmu sangat banyak. Aku mematuk dan memakannya. Rasanya sangat enak. Wah, aku bisa kenyang ini,” kata Babang terkekeh.
“Baguslah kalau begitu. Aku juga merasa nyaman sudah tidak gatal lagi. Engkau juga telah memijat tubuhku. Wah, nyaman sekali, badanku sudah tidak pegal-pegal! O, iya, namaku Kibo,” ucap Kibo sambil melenguh.
Mereka pun bercerita sambil bersenda gurau. Babang tak perlu mencari makan lagi. Perutnya sudah kenyang dengan kutu-kutu dari tubuh Kibo. Kibo juga merasa nyaman dengan hilangnya kutu-kutu dan pegal-pegal di tubuhnya. Sejak saat itu, Kibo dan Babang sering bersama. Bahkan saat Kibo membajak sawah, Babang selalu naik ke punggung Kibo sambil memakan kutu-kutu.
Kutu-kutu Kibo tidak bisa hilang seluruhnya. Itu karena, saat Kibo kembali ke kandang dan bertemu dengan kerbau-kerbau lainnya, ia akan kembali tertular kutu-kutu. Namun, meski memiliki kutu, Kibo tetap senang karena ia memiliki kawan baru bernama Babang. Selain mampu menghilangkan kutu-kutu, Babang juga mahir memijat. Tubuh Kibo akan terasa nyaman saat dipijat oleh Babang.
Tak terasa, Kiko dan Babang pun telah menjadi sahabat karib, yang selalu berbagi kesenangan bersama-sama, dan selalu siap saling tolong-menolong, apabila salah satunya sedang mengalami kesulitan. *
Penulis: Amien Trisunu
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita