Pada 19 Agustus lalu, kita memperingati Hari Orangutan Sedunia. Momentum ini mestinya menyadarkan kita kembali akan betapa pentingnya melestarikan spesies ini, terlebih bagi kita orang Indonesia. Selain bagi kita sendiri, Indonesia adalah rumah bagi banyak penghuni, termasuk 60 ribu individu orang utan di habitat seluas 15 juta orangutan.
Terdapat tiga jenis orangutan di Indonesia, yaitu orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), orangutan Sumatera (Pongo abeli), dan orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Namun, populasinya terus menurun.
Selama ini, populasi orangutan berkurang karena berbagai sebab. Kerusakan habitat akibat pembukaan lahan, perburuan, konflik antara satwa dan manusia, perdagangan ilegal, sampai bencana alam.
Yang membuat kita cukup prihatin, orangutan telah dikategorikan oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) sebagai spesies dalam status terancam kritis (critically endangered). Dalam kategori yang dibuat IUCN, status di atas critically endangered adalah punah di alam liar (extinct in the wild) dan punah (extinct). Artinya, saat inilah momentum paling menentukan untuk mempertahankan orangutan sebagai bagian dari ekosistem kita.
Agen regenerasi hutan
Orangutan adalah satu-satunya kera besar endemik yang kini hanya tersisa di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Di hutan-hutan wilayah ini, orangutan adalah salah satu penjaga ekosistem yang berperan sangat vital.
Dalam acara diskusi “Conservation Talk: Orang Utan dan Kita” yang digelar Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) pada Rabu (19/8/2020), dipaparkan Praktisi Konservasi Habitat Satwa Terancam Punah YKAN M Arif Rifqi, orangutan adalah spesies payung, yaitu spesies yang secara tidak langsung terlibat dalam konservasi banyak spesies lain di tingkat ekosistem.
“Orangutan adalah spesies payung. Dengan melindungi orangutan, spesies-spesies lain yang hidup pada habitat yang sama diharapkan juga ikut terlindungi,” ujar Arif.
Sebagai spesies payung, aktivitas orangutan akan memengaruhi ekosistem di sekitarnya. Orangutan adalah spesies pemakan buah dengan daerah jelajah yang luas. Yang jantan daerah jelajahnya bisa mencapai 46 hektar, sementara yang betina 12 hektar.
Arif menjelaskan, biji dari buah-buah hutan yang keluar dari kotoran orangutan itu bisa tumbuh lebih baik dan subur ketimbang persemaian atau penanaman konvensional yang dilakukan manusia. “Itu sebabnya, orangutan juga disebut sebagai agen regenerasi hutan terbaik.”
Kontribusi terhadap ilmu pengetahuan
Salah satu fakta unik lain tentang orangutan, kita berbagi kesamaan DNA hingga 97 persen dengan hewan bermarga Pongo ini. Dengan keistimewaan itu, sebenarnya orangutan dapat menjadi salah satu kunci untuk menjelajah pengetahuan yang lebih luas dan dalam tentang manusia kita sendiri.
Selama ini, studi-studi tentang orangutan baru lebih banyak mengupas populasi dan habitat hewan ini. Padahal, studi tentang orangutan masih terbuka dari sisi antropologi, biologi, kehutanan, hingga bioteknologi. Kita misalnya bisa belajar tentang obat-obatan atau pangan yang mungkin bermanfaat bagi kita dengan mengeksplorasi tanaman yang biasa dikonsumsi orang utan sebagai tanaman obat atau pangan.
“Kontribusi pembelajaran dari orangutan untuk ilmu pengetahuan sangat tinggi dan ini sangat potensial untuk dikembangkan,” tambah Arif.
Kolaborasi kelola habitat
Dengan berbagai peran vital orangutan dalam ekosistem dan kehidupan manusia sendiri, kelestariannya patut untuk selalu dipertahankan.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur Sunandar Trigunajasa menjelaskan, cara terbaik melindungi populasi orangutan adalah dengan menjaga habitatnya. Habitat yang mendukung perkembangbiakan orangutan adalah yang memiliki kanopi hutan yang bagus, tajuk pohon yang lebat, dan yang terpenting produktivitas buah tinggi.
Untuk mencapai hal itu, upaya-upaya kolaboratif antar-berbagai pihak diperlukan. Terlebih, karena beberapa habitat orangutan di Kalimantan dan Sumatera berada di luar kawasan konservasi serta menjadi tempat beraktivitas manusia, misalnya sebagai wilayah adat, sumber mata pencaharian, hutan produksi, sampai area konsesi.
Fakta bahwa orangutan Kalimantan lebih banyak ditemui di luar kawasan konservasi misalnya tampak secara gamblang di kawasan Bentang Alam Wehea-Kelay, Kalimantan Timur. Setidaknya ada 1.200 individu orangutan yang tersebar di Kelay-Gie, Wehea, dan Telen. Di wilayah yang mayoritasnya merupakan kawasan hutan ini, terdapat pula unit-unit konsesi kehutanan, perkebunan, dan wilayah kelola masyarakat.
“Oleh karena itu, dalam konteks konservasi orangutan diperlukan kemitraan para pihak untuk berperan aktif dalam perlindungan orangutan dan habitatnya,” ujar Sunandar.
Pengelolaan habitat orangutan di Wehea-Kelay kini melibatkan berbagai mitra yang mewakili sektor pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, perguruan tinggi, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat.
Karena hutan adalah miliki kita bersama, pengelolaan secara kolaboratif ini menjadi kunci untuk terus menjaga kelestariannya. Dengan begitu, terjaga pula kehidupan orangutan yang memegang peranan penting dalam keberlanjutan lingkungan hidup.