Peristiwa “penghilangan paksa” pada 1998 memang memilukan, tetapi melahirkan banyak karya seni. Ada yang berbentuk buku, puisi, juga lagu. Lagu Polka Wars bertajuk “Rekam Jejak” seakan menjadi pengingat atau lagu “Di Udara” karya Efek Rumah Kaca (ERK) yang sangat populer itu.
Saat mendengarkan intro “Rekam Jejak”, suasana mencekam, suram, dan gelap menyeruak. Ritme ketukan drum dan selingan permainan terompet menambah pekat suasana. Pendengar seakan diajak untuk tidak malas mencari dan membaca secara lengkap di pustaka melalui lirik “Rekam jejakku dapat kau telusuri dalam pustaka”. Kalimat ini semacam meneruskan kalimat ERK “tapi aku tak pernah mati, tak akan berhenti”.
Hal ini menjadi relevan karena nama-nama penting dalam sejarah kita kerap dilupakan. Kita hanya mengenal orang-orang yang punya prestasi lebih bersinar dan “dipandang” positif. Nama-nama yang “hilang” itu dianggap sebagai catatan gelap yang tak pantas untuk diketahui. Padahal, gelap tidak berarti kosong. Mereka ada, tapi sengaja disembunyikan. Namun, semua rekam jejak nama-nama yang “dihilangkan” itu ada di dalam pustaka.
Musik videonya pun semakin jelas menceritakan tentang tragedi 1998 itu. Agung Pambudi, yang sebelumnya menyutradarai “Rangkum”, kembali ditunjuk dan sukses menerjemahkan kekelaman lagu ini dalam bentuk visual.
Lugas, tak banyak berkata-kata manis, dan cerdas. Itulah yang bisa diungkapkan dalam lagu, yang menempatkan bahasa Indonesia yang mungkin sudah terdegradasi oleh bahasa masa kini. Sebut saja “aurum”, “galuh”, dan “masyhur”. Secara tidak langsung, kuartet ini mengajak anak muda untuk tidak melupakan asal usul dan sejarah bangsa. [VTO]
Foto dok Polka Wars.