Teknologi tak hanya mengubah perilaku orang dalam berkomunikasi, berbisnis, atau aktivitas lain yang membutuhkan mobilitas tinggi. Gawai yang semakin canggih dan mudah didapat ini turut memengaruhi proses belajar anak.

Sejumlah penelitian yang dilakukan oleh Prof Andrew Martin dan timnya menyimpulkan, penggunaan perangkat berteknologi selama berjam-jam tidak serta merta dapat membantu anak dalam belajar. Meski semua orang tahu, dengan gawai, banyak yang bisa didapat dengan mudah, termasuk informasi.

Namun, yang terpenting dalam masalah ini adalah kualitas dari penggunaan perangkat tersebut––sehingga mampu membantu anak dalam belajar. Memang, acap kali dalam memanfaatkan perangkat-perangkat modern tersebut dibutuhkan keterampilan dan wawasan yang memadai.

Menurut profesor psikologi pendidikan pada sebuah universitas di Australia ini, teknologi harus diterapkan dengan tepat dan efektif. Jika tidak, perangkat modern yang seharusnya memberikan nilai tambah malah menjadi bumerang dalam mencetak generasi penerus.

Lalu, kapan saat yang tepat menggunakan teknologi tersebut? Pria yang juga menjadi peneliti kehormatan di sebuah universitas ternama di Inggris ini memaparkan, butuh pertimbangan matang untuk dapat mengetahui saat yang tepat, misalnya ketika ingin berselancar di dunia maya.

Bekal

Butuh keterampilan dalam mengumpulkan berbagai informasi yang tersedia di bemacam-macam situs di internet. Tanpa bekal yang cukup, anak dapat tersesat saat menjelalah berbagai situs web sehingga yang didapat bukanlah data valid, melainkan informasi-informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Perangkat lunak juga menjadi sorotan. Aplikasi-aplikasi yang “bertebaran” di jagad maya harus disikapi dengan bijak. Anak harus dapat memilah, aplikasi mana yang cocok untuk digunakan—baik jenis maupun versi yang ditawarkan pihak pengembang.

Foto-foto : dokumen Shutterstock.com

Tak dimungkiri, kehadiran gawai juga sering menggoda kita untuk terus berada di sampingnya. Atau jika tidak, kita yang malah “memaksa” agar perangkat itu tidak pergi jauh dari genggaman. Beragam godaan seperti bermain gim, meng-update medsos, serta hal-hal lain yang mengganggu jadwal belajar bisa datang dan terus menghantui apabila anak terus mendewa-dewakan gawai.

Namun, bukan berarti aplikasi hiburan atau gim-gim seru menjadi barang haram bagi anak. Fasilitas-fasilitas tersebut tetap bisa dinikmati asalkan benar-benar mengerti waktu dan tempat yang tepat. Tentu dengan tetap mempertimbangkan konten yang ada pada aplikasi atau gim tersebut. Orangtua memiliki peran sangat penting pada situasi ini.

Usia dini

Bagaimana dengan anak yang masih terbilang kecil atau berada pada usia 5 tahun ke bawah? Tak bisa ditampik, anak berusia dini yang baru memasuki masa-masa persiapan sekolah ini, terbilang cepat tanggap dalam mengoperasikan gawai. Dengan jari-jarinya yang masih lembut, dengan beberapa kali “klik”, gim-gim seru sudah tersaji di layar ponsel atau tablet PC dan disiap digunakan.

Anak yang berada pada fase “serba ingin tahu” ini harus mendapatkan pengawasan orangtua. Fungsi-fungsi dari perangkat berteknologi seperti komputer, ponsel, tablet PC, jaringan internet, hingga aplikasi yang ada pada gawai, juga sudah layak diperkenalkan kepada si kecil. Harapannya, kelak ketika ia mendapatkan tugas saat sudah sekolah, dapat mengerti perangkat dan aplikasi yang bisa membantunya menyelesaikan PR.

Utami (34), menceritakan pengalamannya tentang manfaat teknologi bagi perkembangan anaknya yang berusia 5 tahun. “Kita bisa mengunduh beragam aplikasi mendidik yang membantu kita mengajak anak untuk belajar. Ada aplikasi untuk belajar mewarnai ataupun mengenal huruf dan angka. Tidak sedikit pula terdapat gim-gim seru yang bisa membantu tumbuh kembang anak, misalnya gim puzzle atau permainan padu-padan warna.”

Saat tablet PC-nya tidak dapat menjalankan gim dengan baik, lanjut sekretaris sebuah perusahaan di Ibu Kota tersebut, anaknya langsung bertanya tentang jaringan internet di rumahnya.

Baca juga : Ini akibatnya bila anak terlalu sering bermain gawai

“Saat gimnya nge-lag, anak saya langsung bertanya, ‘Ma, internetnya putus, ya?’ Dari sini kita tahu, anak mengerti bahwa gim yang dimainkan membutuhkan jaringan internet. Itu adalah contoh sederhana, mengapa kita juga harus mau mengajari anak tentang fungsi-fungsi dari perangkat canggih,” pungkasnya. [BYU]

 

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 23 Januari 2018