Pulau Palue seluas 39,5 kilometer ini merupakan tubuh gunung api Rokatenda. Gunung api persegi yang menyembul di utara Flores setinggi 875 meter ini terakhir meletus Agustus 2013.

Pulau gunung api ini seluruhnya merupakan wilayah Kecamatan Palue Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur, sekitar 65 kilometer barat laut dari Maumere. Dalam sejarahnya, gunung ini sudah beratus tahun memberi kehidupan bagi penduduk di seputar lerengnya hingga batas pantai.

Meski tanpa mata air dan lahan untuk bertanam padi, dari generasi ke generasi mereka mampu bertahan. Singkong, pisang, kacang hijau, dan jagung merupakan sumber pangan utama penduduk. Untuk minum, warga mengandalkan tampungan air hujan dan tadahan air pohon pisang.

Di beberapa desa bagian utara pulau seperti di kampung Poa, masyarakat memanfaatkan rongga panas bumi yang mudah ditemukan di sekitar pekarangan untuk disuling uapnya menggunakan pipa-pipa dari bambu. Penyulingan yang unik selama seharian itu bisa menghasilkan satu jeriken air bersih. Cukup untuk minum, masak, serta cuci peralatan dapur.

Cara yang sama juga digunakan penduduk untuk membuat moke, sejenis minuman tradisional Flores dengan bahan baku dari pucuk-pucuk pohon lontar.

Pulau ini memang menawan bagi para penduduk. Meski sejak letusan pada 2012 dan 2013 sudah ada seruan untuk mengosongkan pulau, kehidupan tetap berlangsung di sana. Dermaga Uwa di sisi utara yang berjarak 300 meter dari kantor kecamatan Palue menjadi jantung pergerakan warga dari dan ke pulau ini.

Pendakian petualang

Dengan kondisi demikian, jenis wisata pendakian gunung adalah yang terutama ditawarkan bagi para pelancong. Untuk mencapai ke sana terdapat dua pilihan, berangkat melintasi laut Flores dari pelabuhan di Maumere atau di pelabuhan Ropa.

Kapal sewa selalu ada setiap hari dari Maumere, tetapi perjalanannya mencapai sekitar 7 jam. Sementara itu, dari Ropa, tempat pos pengamatan gunung api Rokatenda berada, hanya tersedia kapal seminggu sekali di hari pasar, dengan perjalanan kurang dari 2 jam.

Pendakian diawali dengan melewati ladang singkong di belakang kampung Awa. Sebelum memasuki hutan, biasanya diselingi minum air kelapa segar yang buahnya langsung diambil dari pohon. Penduduk setempat menjadikan air kelapa sebagai sumber tenaga selama perjalanan yang tidak akan menemukan air ini.

Sebelum mencapai puncak, ada beberapa tempat yang disinggahi untuk melakukan ritual. Setelah perjalanan sekitar 4 jam, akan sampai di bibir kawah selebar 2 sampai 5 meter yang dipenuhi tumpukan bebatuan. Tampak jalan setapak untuk mengitari kawah menuju titik tertinggi. Luasnya laut Flores dan embusan angin puncak melengkapi damainya suasana menanti sunset di puncak. Lelah pun terbayar sudah.

Akomodasi di Palue masih terbatas. Tidak ada penginapan khusus. Biasanya jika ingin menginap tersedia aula di kantor kecamatan dengan penerangan dan listrik dari diesel. Untuk itu, perlu menyiapkan sleeping bag dan sejumlah makanan instan sebagai persiapan bekal. Pantai di depan kantor kecamatan pun merupakan tempat yang strategis untuk menyaksikan sunrise.

Seperti wilayah lainnya di Flores, perempuan-perempuan di pulau ini juga membuat kain tenun dengan corak yang agak berbeda dengan suku-suku Flores lainnya. Biasanya mereka juga membedakan corak kain yang digunakan untuk acara khusus dan yang untuk keseharian. Kain tenun ini merupakan salah satu oleh-oleh yang paling diincar di Flores. Selain itu, masih ada moke dan kacang mete.

(Litbang Kompas/Slamet JP, disadur dari Jendela Indonesia edisi Rokatenda, 22 Desember 2012 dan pengalaman pendakian 29 Mei 2012)

Info tambahan:

Atraksi Wisata yang ada di Kabupaten Sikka:

  • Loka Poo
  • Loka Mase
  • Ule Nale
  • Logu Sinhor
  • Toja Babu
  • Pire Tana
  • Pati Karabau
  • Gren Mahe
  • Gareng Lameng
  • Tu Te

noted: pendakian gunung api di rokatenda