Suatu hari, di sekolah burung, akan diadakan pesta kelulusan. Mereka harus menampilkan bakat yang mereka punya. Masing-masing burung pun berlatih. Hampir semua akan menampilkan bakat terbang. Hal itu mengantarkan Kuku si Kuau Raja bertandang ke rumah Caca si Cabak Gunung.
“Tolong ajarkan aku bagaimana caranya terbang, Ca,” pinta Kuku.
Caca terdiam mengamati tubuh Kuku. Ekor Kuku yang terbuka seperti kipas memperlihatkan banyak arsiran motif berbentuk mata. Namun, dua sayapnya jarang sekali terbuka.
“Kuku, apakah kau pernah membentangkan sayapmu?” Mendengar pertanyaan Caca Kuku menggeleng.
“Kuku, sepertinya kau tidak diberi kemampuan terbang oleh Tuhan. Sayapmu tidak akan mampu menerbangkan tubuhmu yang berat karena ekor seperti sayap itu.” Caca menunjuk ekor Kuku.
Kuku pun memutuskan pulang dengan perasaan sedih. Ibu Kuku memperhatikan anaknya yang murung. “Ada apa, Ku?” tanya Ibu.
“Sebentar lagi pesta kelulusan akan diadakan, Bu. Bu Guru meminta kami untuk menampilkan bakat. Semua teman-teman sudah berlatih terbang tinggi. Hanya aku yang tidak bisa,” jelas Kuku. Ia juga menceritakan kepada ibunya bahwa ia minta diajarkan caranya terbang kepada Caca si Cabak Gunung, tetapi ternyata sia-sia.
“Ibu, aku ingin sekali terbang. Apakah aku harus memotong ekor kipasku yang berat ini?” Kuku menangis di pelukan ibu.
Ibu menghibur Kuku dan membisikkan sebuah rencana untuk pesta kelulusan Kuku.
Hari kelulusan pun tiba. Acara berlangsung meriah. Semua siswa sudah menampilkan bakat terbangnya dengan berbagai gaya. Kini, tibalah giliran Kuku si Kuau Raja.
Semua penonton bertepuk tangan meriah usai Kuku mengepakkan sayapnya yang berisi ratusan mata. Ia kemudian berkicau merdu dan melakukan tarian kuau raja. Sebuah penampilan unik dan berbeda.
“Anak-anakku semua,” sapa guru setelah pergelaran selesai.
“Ibu sangat kagum pada semua bakat yang sudah kalian tampilkan. Tapi, ada satu bakat yang sangat layak menjadi pemenang. Kuku silakan tampil ke depan.” Bu guru memanggil Kuku.
“Kuku, walaupun bakatmu bukan terbang tinggi seperti teman-teman lain, kamu mempunyai keunikan yang memukau. Tarian dengan sayapmu sangat indah ditambah nyanyianmu yang merdu. Kamu pantas menjadi juara.” Kuku menangis terharu. Ini semua berkat ide brilian ibu.*
Penulis: Maulidia
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita