Jakarta menghadapi krisis air bersih. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, dari total sekitar 12 juta penduduk Jakarta, baru 60 persen yang mendapatkan akses air bersih dari PDAM. Sementara sumber air dari sumur menguras cadangan air tanah, ada satu yang belum banyak dimanfaatkan, yaitu air hujan.

Bagi Jakarta, pemanfaatan air hujan bahkan kian mendesak karena seantero Jakarta penuh beton dan aspal sehingga hujan lebih sulit terserap kembali ke tanah. Melihat kondisi ini, Pusat Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Universitas Atma Jaya Jakarta dan Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI) bekerja sama membangun instalasi pemanenan air hujan (PAH) di blok 5, 6, dan 7 Rusunawa Muara Baru, Jakarta Utara. Selain PAH, dibangun pula bank sampah dan pusat belajar untuk anak. Ini adalah langkah mewujudkan proyek percontohan Green Rusunawa.

Konsep pengintegrasian tata kelola air dan sampah yang berkelanjutan di kompleks hunian vertikal seperti rumah susun ini juga mendukung konsep pembangunan kota yang berkelanjutan (sustainable city) seperti arah pembangunan pada pilar Sustainable Development Goals (SDGs). Kepala PPM Atma Jaya Herman Yosep Sutarno mengatakan, air dan sampah memang menjadi masalah utama di Rusunawa Muara Baru.

Foto-foto dokumen PPM ATMA JAYA

“Pada awal pelaksanaan program, kami membuat diskusi dengan warga. Dari situ, muncul tiga persoalan utama, yaitu ketersediaan air, masalah sampah, dan fasilitas belajar untuk anak,” ujar Sutarno, Selasa (22/5).

Secara teknis, instalasi penampungan dan penyaringan air hujan sebenarnya sangat sederhana. Dengan begitu, warga tak kesulitan memahami prinsip kerjanya, memeliharanya, sekaligus menjangkau biayanya jika ada inisiatif lain untuk membuat instalasi PAH.

“Air yang jatuh dari atap dimasukkan ke tampungan sementara, kemudian sekitar 20 persen air hujan yang pertama dibuang dulu lewat waterflush untuk mengantisipasi polutan. Setelah itu, air dari tampungan sementara akan meluap ke filter. Filter ini tersusun atas ijuk, batuan zeolit, arang aktif, dan pasir. Dari filter, air akan masuk ke tampungan besar. Dari situ lantas ke toren dan didistribusikan,” terang Sutarno.

Metode pemanenan air hujan di rusunawa ini dapat menampung sekitar 336 ribu liter air dan telah membantu sekitar 300 keluarga mendapatkan akses air bersih. Selain itu, program bank sampah yang diintegrasikan dengan PAH sudah memberikan manfaat ekonomi bagi warga meski belum besar.

Instalasi PAH dan bank sampah itu memberikan dampak sampingan di luar persoalan lingkungan. Perubahan sikap warga. Mereka lebih menghargai sumber daya air dan mulai terbiasa memilah sampah. Menurut Sutarno, kebiasaan baru warga ini sangat berharga.

Pusat belajar anak yang diberi nama Ceribel (Wahana Cerita dan Belajar) pun memberikan ruang bagi anak-anak untuk belajar, bermain, dan membaca buku. Beberapa bukunya bahkan disumbangkan oleh warga rusunawa sehingga rasa memiliki pun terbangun.

Ke depannya, solusi-solusi berbasis pemanfaatan sumber daya air harus lebih banyak dikembangkan, terlebih di area perkotaan. Untuk skala rumah tangga, metode pemanenan air hujan sangat mungkin diaplikasikan. Ketahanan air pun meningkat. [NOV]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 7 Juni 2018