Dahulu, dunia kerja yang diimpikan oleh sebagian besar orang setelah lulus dari jenjang kuliah adalah bekerja di perusahaan besar atau korporasi. Namun, kenyataannya, saat ini, pemikiran tersebut mulai bergeser, seiring dengan munculnya berbagai perusahaan rintisan yang menarik minat banyak generasi muda karena budaya dan motivasi mereka untuk lebih berdampak.

Pandemi mengubah segalanya. Banyak perusahaan rintisan juga mulai melakukan pengurangan pekerja, bahkan berhenti beroperasi. Peluang karier yang tidak sebanyak kondisi normal, membuat lanskap pencarian kerja menjadi semakin kompetitif. Namun, apakah lantas kita hanya berdiam diri saja dengan keadaan seperti ini? Sebaliknya, masa sekarang seharusnya menjadi kesempatan bagi setiap orang untuk beradaptasi dengan banyak hal, misalnya isolasi, pembatasan pergerakan, teknologi baru, serta mempersiapkan strategi untuk bertumbuh pada masa sulit ini.

Melalui webinar yang diadakan oleh Kognisi pada 1 Oktober 2020 bertemakan “Keeping Up with Start Up: How to Land A Job & Be Culture Fit in Start Up”, Lisa Mufrisno selaku Head of People Strategy & Culture DANA Indonesia membagikan tips penting menjawab keraguan dalam menghadapi masa penuh ketidakpastian seperti sekarang.

VUCA, dampak dari era industri 4.0

Saat ini, industri berevolusi ke arah digitalisasi, yaitu teknologi seperti automatisasi dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) memegang peranan penting untuk menjadi solusi bagi kebutuhan bisnis, ekonomi, dan sosial.

Dalam pembahasannya, Lisa memaparkan, “Akibat dari revolusi industri ini, beberapa pekerjaan akan hilang, tapi akan muncul pekerjaan baru. Berdasarkan data World Economic Forum, ada 30 persen keterampilan baru yang dibutuhkan pada 2020 dan belum pernah ada pada 2015. Artinya, mereka yang kuliah pada tahun 2015 dulu, belajar untuk skills yang belum tentu dibutuhkan pada tahun 2020. Begitu juga dengan mereka yang masih menempuh pendidikan sekolah. Kemungkinan, mereka belajar untuk skills yang belum tentu dibutuhkan pada masa mendatang.”

Mengapa demikian? Dengan kondisi yang serba dinamis, kondisi volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA) menjadi tak terhindarkan. Kondisi pandemi semakin mengakibatkan ketidakpastian yang bersifat kompleks dan berdampak pada sulitnya memprediksi kebutuhan pada masa mendatang yang berpengaruh pada pengambilan keputusan.

Prinsip LOLA hadapi perubahan yang konstan

Agar semakin siap untuk menghadapi era adaptasi norma baru, Lisa membagikan beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh setiap individu untuk dapat berkembang.

“Ingat bahwa change is constant. Embrace it!” Setiap orang harus terlatih untuk berdamai dengan pribadinya ketika menghadapi hal-hal yang tidak menentu.

“Jangan baper kalau ada perubahan, terkadang perubahan itu belum tentu karena kita, bisa saja karena kondisi,” saran perempuan yang telah memiliki ketertarikan tinggi dengan Antropologi sejak masih duduk di bangku SMA ini.

Berikutnya, menurut Lisa, “Terapkan prinsip LOLA, yaitu listen, observe, learn, dan add value. Hal baru bukan untuk dihindari, melainkan berusaha untuk memahaminya dan mencari tahu apa yang diharapkan dari hal tersebut untuk menghasilkan suatu nilai lebih. Setelah paham, bentuk sikap kolaboratif untuk mewujudkannya.”

Poin berikutnya adalah resilience in action. Ketika satu tantangan terselesaikan, tantangan lain yang lebih besar menanti untuk diselesaikan. Oleh karena itu, sangat penting untuk membangun pola pikir bertumbuh dan mentalitas untuk tidak takut dengan kegagalan.

Lisa mengumpamakan, “Era adaptasi baru itu seperti lari maraton, butuh kekuatan mental untuk hadapi tantangan termasuk bangkit dari kegagalan. Kalau resiliensi itu bola, tanyalah dengan diri sendiri, bola kita terbuat dari apa?”

Tips berikut dari Lisa adalah kemauan belajar dan pengalaman akan melahirkan pertumbuhan diri. Lisa menjelaskan, “Ketika baru lulus, ijazah kita akan membawa kita ketemu interviewer. Setelah itu, kita akan ditanya lebih lanjut mengenai pengalaman. Oleh karena itu, beri diri kesempatan untuk menjadi man in the arena melalui internship atau proyek yang pernah dikerjakan.”

Poin yang terakhir, tetapi tidak kalah penting, tambah Lisa, adalah tetap percaya diri, tetapi rendah hati ketika solusi dan ide yang ditawarkan berhasil dan menerima feedback untuk berkembang. Pencarian umpan balik menjadi bagian integral dari pertumbuhan diri dari sekadar aktif belajar.

Sebagai penutup topik bahasannya, Lisa mengingatkan pencari kerja untuk memperhatikan resume dan publikasi pada media sosial pribadi. “77 persen hiring managers mendiskualifikasi resume dengan typo dan bad grammars, 70 persen perusahaan memeriksa media sosial kandidatnya, dan 57 persen dari mereka memutuskan untuk tidak mempekerjakan kandidat karena konten di media sosialnya,” paparnya.

Kognisi adalah produk turunan Growth Center, yang merupakan platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik juga mengadakan webinar yang terbuka untuk publik. Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya bisa langsung dikunjungi di akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogi Friends! Stay safe, healthy, and sane!

Penulis: Helen Adriana Wijaya, Editor: Sulyana Andikko.