Dewasa ini, kita seolah dituntut menjadi “polymath”, yaitu memiliki pemahaman umum tentang berbagai hal, sekaligus mengerti secara spesifik tentang masing-masing hal tersebut. Polymath dianggap mampu mengintegrasikan pengetahuan mereka ke berbagai bidang. Hal ini sangat berguna salah satunya dalam profesi yang berhubungan dengan aktivitas menganalisis perilaku konsumen.

Menurut Muhammad Irfan Agia yang merupakan Consumer Insight Lead dari LinkAja, “Ilmu mengenai perilaku konsumen termasuk salah satu pengetahuan yang dibutuhkan di industri manapun. Kalau kita mengerti perilaku konsumen di seluruh industri, kita akan dibutuhkan dalam berbagai posisi kerja.”

Jadi, apa itu ilmu perilaku konsumen? Kemampuan apa yang perlu dimiliki untuk bekerja di bidang tersebut?

Dalam webinar bertajuk “The Most Wanted Skill: Consumer Behavior Analysis” yang diadakan Kognisi beberapa waktu lalu, pria yang akrab disapa Agia ini memaparkan sejumlah hal menarik tentang ilmu perilaku konsumen melalui pengalamannya.

Agia mengawali sesi dengan menjelaskan definisi ilmu perilaku konsumen, yang menurutnya merupakan studi mengenai cara konsumen mengambil keputusan mengenai kebutuhan dan keinginannya melalui suatu produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.

Membangun produk dan jasa yang berpusat pada konsumen

Saat membangun suatu produk, merek, ataupun bisnis, ada tiga hal yang dapat dijadikan sebagai acuan. Pertama, nilai yang membedakannya dengan merek lain. Kemudian, bentuk produk atau jasa yang ingin ditawarkan. Dan, terakhir, profil konsumen yang akan menggunakan produk tersebut. Dengan memahami yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen, produk yang ditawarkan menjadi berpusat pada konsumen.

“Sering kali produk yang dibuat perusahaan hanya mengutamakan perspektif internal saja, sehingga produknya tidak menjawab kebutuhan dari konsumen,” papar Agia.

Sadar atau tidak, ilmu psikologi sering diterapkan dalam pemasaran bisnis. “Berdasarkan riset National Geographic, orang-orang yang ditawarkan dua ukuran produk cenderung memilih yang kecil, karena merasa yang besar lebih mahal. Maka, dengan menambah satu ukuran yang di tengahnya dengan selisih harga tipis dengan produk besar, konsumen akan merasa lebih diuntungkan ketika membeli produk ukuran besar. Itu namanya decoy effect,” jelas Agia.

Kemudian, anchoring merupakan perilaku manusia yang memerlukan informasi mengenai harga awal dari suatu produk untuk mengetahui tingkat kemahalan produk dan merasa lebih tertarik karena adanya perasaan “untung”.

Terakhir, Hukum Hick yang menjelaskan kebingungan konsumen ketika dihadapkan pada terlalu banyak pilihan. Sehingga, biasanya laman dan aplikasi cenderung hanya memiliki tiga sampai lima pilihan untuk mempermudah konsumen.

Tugas dan prospek karier dalam studi perilaku konsumen

Pria yang menempuh gelar S2 di bidang ekonomi dan psikologi konsumen ini memaparkan, “Orang yang bertugas dalam analisis perilaku konsumen akan berperan mewakili suara konsumen. Sehingga, mereka sangat bergantung pada data yang dapat diperoleh dari riset kualitatif melalui observasi, wawancara, atau uji produk dan riset kuantitatif yang menggunakan software formula perhitungan untuk dianalisis polanya agar data dapat diolah dan diterapkan ke bisnis.”

Oleh karena itu, mereka perlu memiliki pola pemikiran ilmiah untuk melakukan studi literatur dan bereksperimen untuk memahami perspektif ketertarikan konsumen. Namun, posisi pekerjaan apa yang bertugas menganalisis hal tersebut? Seorang analis perilaku konsumen dapat menempati tiga aspek pekerjaan, yaitu bagian riset dan data; bidang pemasaran dan iklan; serta bidang produk dan operasional.

Menurut Agia, keuntungan lain bekerja dalam posisi ini adalah kesempatan menjadi juru bicara internal dan eksternal perusahaan, tugas ke luar kota atau negara untuk observasi perilaku masyarakat, dan berhubungan dengan level manajemen, karena hasil data sering dijadikan tolak ukur untuk tim lain.

Saat menekuni karier di bidang analisis konsumen, kita harus memiliki kemampuan berpikir kritis dan kemampuan observasi yang tajam mengenai perilaku masyarakat, dan berempati dengan konsumen, karena kita akan mewakilkan suara mereka. Selain itu, Agia menambahkan, dibutuhkan kemampuan mengatur waktu.

“Penentuan skala prioritas juga diperlukan karena kita akan dihadapkan pada pekerjaan yang cukup banyak. Selain kemampuan untuk eksperimen dan uji hipotesis, kita perlu memiliki kemampuan komunikasi agar penjelasan hasil temuan kita mudah dipahami pihak eksternal,” paparnya.

Sebelum menutup sesi, Agia menyebutkan beberapa industri yang sangat mementingkan riset perilaku konsumen, di antaranya industri konsumsi, e-commerce, jasa keuangan, periklanan, pariwisata, serta media. Sudah siap berkarier menjadi analis perilaku konsumen?

Kognisi adalah produk turunan Growth Center, yang merupakan platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik juga mengadakan webinar yang terbuka untuk publik. Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya bisa langsung dikunjungi di akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogi Friends! Stay safe, healthy, and sane!

Penulis: Helen Adriana Wijaya, Editor: Sulyana Andikko.